Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Reportase Cinta, Jangan Menyerah!

Diperbarui: 9 Desember 2020   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Dimulai dari Stalin, "Kematian satu orang adalah tragedi, kematian jutaan orang adalah statistik."

Tidakkah ada nuansa kebenaran dari pernyataan seorang Joseph Stalin ini? Bila kita sandingkan dengan kondisi aktual perkembangan terakhir pandemi Covid-19 dan cara sebagian besar orang menanggapinya di sekitar kita.

Pemberitaan tentang jumlah pasien yang dirawat, yang meninggal, dan sembuh terkesan hanya sekadar menjadi laporan statistik. Kita mungkin luput menangkap, atau jangan-jangan sudah mulai semakin abai akan kisah orang-orang yang kehilangan orang tuanya, kehilangan pasangan hidup, atau anaknya, dan keluarganya yang lain, akibat pandemi Covid-19.

Ya, berita-berita di media kita perlu lebih banyak didahului dan diakhiri puisi haiku. Barangkali berguna untuk menggugah rasa, sesaat sebelum berjalan lebih jauh ke tubuh berita, begitupun sesaat sebelum meninggalkannya, hingga rasa cerita melekat erat dalam hati pembaca.

Puisi haiku yang pendek menggunakan bahasa sensorik untuk menangkap perasaan atau gambar, yang terinspirasi dari elemen alam, momen indah, atau pengalaman yang mengharukan. Lebih lengkap ulasan tentang jenis puisi dan contohnya dapat dilihat dalam tulisan Abdul Azis Le Putra Marsyah berikut ini.

Bila kecepatan memang menjadi salah satu keutamaan dalam persaingan kehidupan di masa kiwari, maka tidak heran bila membaca secara tergesa-gesa menjadi hal yang biasa saat ini. Membaca berita tidak ubahnya menjadi sama dengan menonton kilasan visual dari balik jendela bus yang melaju kencang, berusaha untuk saling mendahului.

Dalam realitas seperti itu bukankah haiku menjadi salah satu penyeimbang yang padat sekaligus sederhana? Ia memungkinkan perasaan hati tetap terjaga dalam hidup yang serba tergesa-gesa.

Benar, dasar ada dan tujuan jurnalisme adalah untuk kepentingan publik. Oleh sebab itu modus berpikir kontekstual adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis.

Jurnalisme bekerja dalam ruang dan waktu yang terbatas. Oleh sebab itu, seorang jurnalis dituntut untuk kreatif mensiasatinya. Menggunakan bahasa yang efektif, cermat dalam pembentukan kata, frasa dan kalimat, adalah beberapa di antaranya. Bila hal itu belum ditemukan dalam tulisan ini, itu adalah bukti bahwa penulisnya bukan seorang jurnalis.

Penggunaan kalimat majemuk bertingkat-tingkat, sebaiknya dihindari dalam menyajikan sebuah cerita dalam media dengan ruang yang sempit dan terbatas. Sebaiknya kalimat seperti itu dipecah menjadi beberapa kalimat tunggal, sehingga tidak mengaburkan pokok pikiran dalam paragraf.

Di samping itu, lagi-lagi bahwa turun ke lapangan menjemput dan merangkai cerita adalah hal yang penting. Hal itu juga bermanfaat untuk melatih kepekaan seorang jurnalis dalam menggunakan pancaindranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline