Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Megahnya Sosok Seorang Ibu, Tidak Sesederhana Penampilannya

Diperbarui: 23 November 2020   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu (Dokpri)

Ibu adalah sosok yang pertama-tama mengajarkan dan memberikan perhatian atas banyak hal kepada bayinya. Pengajaran dan perhatian ibu itulah yang sangat berperan dalam perkembangan otak kita saat periode emas, 1000 hari pertama kehidupan.

Bila merujuk kepada penjelasan itu, maka karakter manusia dewasa sangat banyak ditentukan oleh bagaimana dia diperlakukan ketika masih bayi, atau bagaimana dia memperlakukan bayinya pada 1000 hari pertama kehidupannya. Bukan salah bunda mengandung memang, tapi manusia bisa saja gagal menjadi manusia karena salah asuhan.

Penanaman nilai, norma dan karakter anak memang sangat bergantung pada peran ibu, walaupun seharusnya begitu juga dengan ayah. Namun, secara umum tampaknya ibulah yang banyak mengurus urusan dalam rumah tangga, termasuk di dalamnya segala hal tentang anak-anak. Sementara itu, ayah lebih banyak mengurus urusan luar rumah.

Begitu halnya secara umum, maka tidak heran bila sering kita mendengar ungkapan bahwa negara kuat jika ibu kuat. Sebab ibu adalah tiang negara. Bagaimana tidak, di tangannya diserahkan tugas mulia untuk menanamkan nilai dan norma, serta membentuk karakter anak. Surga saja di bawah telapak kakinya, bisa dibayangkan semulia apa tangannya?

Namun, sebandingkah bekal yang diberikan kepada seorang ibu, atau wanita yang akan menjadi ibu, untuk mengemban tugas mulia itu? Sebab jika tidak, maka tidak heran juga mengapa negara bisa mudah goyah, karena tiangnya rapuh, tidak kokoh.

Kita sebagai anak, baik laki-laki mapun perempuan, atau sebagai suami (biasanya laki-laki), bisa saja memberikan banyak kesan atas pelajaran hidup yang kita peroleh dari keteladanan ibu. Atau memetik manfaat dari perjuangan yang diberikan oleh istri kepada si buah hati. Namun, apa yang sudah kita berikan kepada ibu atau istri kita untuk dia mampu menjadi ibu yang baik, menjadi tiang negara yang kokoh?

Jawaban dari pertanyaan itu mungkin akan sangat banyak dan beragam. Bisa saja ada yang merasa sudah melakukan dan memberi banyak, tapi pasti tidak sedikit juga yang akan merasa belum melakukan apa-apa kepada ibunya. Setidaknya, bila membayangkan saat ibu mengandung kita selama 9 bulan, dan mempertaruhkan nyawanya saat melahirkan kita.

Dalam realitas sosial budaya keseharian masyarakat suku Karo, dan mungkin saja suku Batak pada umumnya, ibu adalah seorang sosok realis yang berwajah keras. Tidak heran, sebab dari kecil kami terbiasa melihat bahwa ibulah yang paling dulu bangun pagi menantang kerasnya kehidupan.

Selain itu, ibu adalah yang paling bertanggung jawab mengurus semua hal tentang rumah dan anak-anak. Dia memasak, mencuci, membersihkan rumah, menyiapkan anak ke sekolah. Setelah itu barulah dia ke ladang atau sawah.

Sore menjelang malam, pulang dari ladang ibu memasak makan malam, memberi makan ternak, setelah makan malam masih lagi membantu mengajari tugas sekolah/ pekerjaan rumah anak-anak. Lalu di mana ayah?

Bukan mau mengatakan bahwa peran ayah tidak ada sama sekali. Ayah mungkin saja mengerjakan tugas lain yang tidak kurang penting, bahkan mungkin sangat penting dan lebih berbahaya. Namun, kurang terlihat bagi anak-anak, apalagi bagi anak-anak kecil yang lingkungannya masih di seputar rumah saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline