Seringkali kita melihat di ruang-ruang publik kita sampah-sampah ditinggal berserakan begitu saja. Bukan karena tidak ada tong sampah, tapi sampah-sampah itu memang dibuang secara sembarangan.
Terkadang, bahkan sampah-sampah berserakan secara ironis entah pada pagelaran acara-acara yang bertajuk sosial, pelatihan, bahkan yang berkaitan dengan topik-topik cinta lingkungan, apalagi hanya sekadar acara-acara hiburan.
Peserta kegiatan sendiri mulai dari anak-anak kecil hingga orang-orang tua, tapi tak jarang mereka itu adalah orang-orang yang sudah pernah mengenyam pendidikan di bangku-bangku sekolah. Mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan post doktoral.
Apa yang salah dengan pendidikan kita, hingga orang-orang terdidik kita sebagiannya belum mampu untuk sekadar membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan? Barangkali hal ini ada kaitannya, karena minimnya sekolah-sekolah kita mengenalkan rasa cinta terhadap lingkungan pada setiap jenjangnya.
Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah nomor 13090/CI.84 tanggal 1 Oktober 1984 perihal Wawasan Wiyatamandala sebagai sarana ketahanan sekolah, disebutkan bahwa "Wawasan Wiyata Mandala merupakan konsepsi atau cara pandang; bahwa sekolah adalah lingkungan atau kawasan penyelenggaran pendidikan".
Proses seorang siswa untuk bisa memiliki wawasan wiyata mandala harus melalui tiga tahap, yakni mengetahui, mengenal, dan mencintai.
Merujuk kepada penjelasan terhadap cara pandang bahwa sekolah adalah lingkungan atau kawasan penyelenggaran pendidikan, maka sangat penting untuk menanamkan pengetahuan, pengenalan, dan kecintaan murid-murid terhadap jiwa pelestarian alam lingkungan di sekolah sejak dini, di samping kecintaan terhadap lingkungan sosialnya.
Mudah memahami bahwa pengetahuan, pengenalan, dan kecintaan atas sesuatu hal secara sederhana dimulai dengan bukti visual yang dapat dilihat dan dirasakan oleh inderawi kita.
Maka, alangkah beruntungnya murid-murid dan orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah yang memang menampilkan lingkungan sekolah yang lestari, ditanami berbagai tanaman dan pepohonan.
Dalam pengertian ini, tidak berarti harus menyekolahkan anak di sekolah-sekolah bergengsi dengan biaya pendidikan yang tinggi, melainkan sekolah yang menampilkan upaya-upaya penanaman kecintaan lingkungan sejak dini.
Meskipun bukan berbentuk kebun raya atau arboretum dalam arti luas, namun kebun dan halaman sekolah yang asri sangat penting untuk membentuk jiwa cinta lingkungan bagi murid-murid sekolah sejak dini.