Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Solar Minimum, Hari Ketika Saya Merindukan Dangau, kepada Sawah dan Ladang

Diperbarui: 21 Mei 2020   19:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi dangau (Dokumen Pribadi)

Pada suatu hari saat akan beranjak makan siang, saya terlibat percakapan dengan seorang teman. Dia adalah seorang teman dari masa ketika saya masih bekerja di sektor persampahan, pada tahun 2013.

Saya bertanya tentang temannya teman saya itu, yang sama-sama berprofesi sebagai seorang kernet truk pengangkut sampah. Hari itu suasana cukup sendu, sekitar pukul 15:30 WIB dengan cuaca yang dingin diiringi sedikit gerimis hujan, seperti hari ini.

Saat itu, temannya teman saya ini sedang meringkuk di sudut bak truk. Saya menghampiri untuk memanggilnya berteduh. Ia kaget, sambil geragapan mencoba menyembunyikan sesuatu.

Rupanya ia hendak menyantap makan siang yang ada di rantang yang dibawanya. Mungkin bekal makan siang itu disiapkan oleh kekasihnya, atau oleh ibunya, atau oleh istrinya, atau mungkin bukan oleh siapa-siapa, tapi dia sendiri. Di kampung ini, dia adalah sebatang kara yang bekerja tidak tetap sebagai pengangkut sampah.

Ia berkeras menolak ajakan saya. Ia bahkan hampir tampak merasa kesal, hingga akhirnya sayapun menyingkir ke semak-semak di dekat truk kami terparkir. 

Dari temannya yang adalah teman saya, saya diberi tahu bahwa ia kerap memungut sisa-sisa nasi bungkus yang masih hangat dari tong-tong sampah di tempat-tempat yang kami layani.

Barangkali, pada sore hari yang dingin dan sendu itu, itu jugalah kiranya yang akan disantapnya. Ia mungkin merasa "risih" bila harus meringkuk di bawah payung dedaunan memperlihatkan isi rantangnya bersama orang-orang yang mungkin tidak akan mampu memahami apa saja yang harus dia jalani untuk bisa bangun pagi setiap hari dan kembali lagi ke lantai tempat tidurnya pada malam harinya.

Saya sama sekali tidak bermaksud merendahkannya untuk kisah ini. Namun, hari ini pada tujuh tahun yang lalu itu, saya hanya bisa tertegun tanpa kata mendengar kisah temannya teman saya itu. Itu adalah hari di mana saya merindukan dangau, rindu kepada sawah.

Itu adalah saat ketika saya ingin sekali mengulang masa kecil. Saat berteduh di dangau ketika hari hujan, saat membajak sawah atau ladang, bersama nenek dan kakek yang kini sudah tiada. Di saat itu saya hanya tahu makan, tanpa pernah pusing dari mana datangnya nasi yang saya makan.

Terutama, saat itu saya belum begitu banyak melihat kenyataan dan berbagai hal yang terasa tidak masuk akal. Atau mungkin hanya karena saya masih kecil, hingga saya tidak menyadari apa-apa.

Bila hari ini kita masih bisa makan, kurindukan dangau dan sebelum makan akan kuucapkan sepenggal doa yang dulu tidak pernah aku peduli kepada siapa itu tertuju, "Terimakasih Tuhan, berkatilah makanan ini, berikan kami kesehatan, ampuni dosa kami. Berkatilah juga teman saya itu, yang entah dimana ia sekarang"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline