Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Arti Penting Menyepi bagi Ibu Bumi

Diperbarui: 26 Maret 2020   04:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rangkaian Upacara Melasti di Pantai Kuta-Bali, menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940, 14 Maret 2018 yang lalu (dokpri)

Tanggal 25 Maret 2020 adalah perayaan hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1942. Ini adalah hari besar keagamaan yang unik. Dikatakan perayaan, tapi dilakukan dalam keheningan yang sama sekali jauh dari hingar bingar dan kebisingan.

Ini adalah hari yang cocok untuk merenungkan kembali apa sebenarnya maksud dan tujuan keberadaan manusia di bumi dan apa sebenarnya yang dicari manusia dalam hidup ini.

Refleksi dari hari raya Nyepi juga relevan memberikan sebuah warna keheningan ketika manusia menarik diri dari hiruk pikuk dan hingar bingar yang sangat memekakkan telinga dan mengaburkan mata hati sebagai akibat dari beragam pembelaan dan pembenaran diri, caci maki.

Bahkan tipu muslihat, hingga beragam fitnah serta ujaran kebencian yang melingkupi berbagai aspek kehidupan di tengah beragamnya hubungan di antara sesama manusia yang mengalami keretakan oleh karenanya.

Sebelum perayaan Nyepi, mengingat pengalaman ketika di Bali, dilakukan upacara Melasti. Ini adalah upacara yang bertujuan untuk penyucian diri dalam menyambut hari raya Nyepi oleh seluruh umat Hindu. Upacara Melasti ini digelar dengan menghanyutkan "kotoran alam" menggunakan air kehidupan.

Menghubungkan antara Melasti, Nyepi dan Bumi, adalah sebuah cara ringkas untuk memahami hubungan eksistensi manusia, dan upaya pencariannya di Bumi dalam pandangan tentang Teori Gaia. Ini adalah sebuah gagasan dengan inti tentang pencarian akan "Ibu Bumi".

Gagasan tentang Gaia, sebagaimana dijelaskan dalam buku "50 Gagasan Besar yang Perlu Anda Ketahui" karangan Ben Dupre, secara inheren dan holistik menegaskan bahwa sistem sebagai suatu keseluruhan jauh lebih signifikan daripada bagian-bagian pokoknya.

Merujuk pada gagasan ini, Lovelock mendeskripsikan manusia dalam kaitannya dengan Bumi sebagai "Hanya spesies yang lain yang bukan pemilik ataupun pengurus planet ini."

Dalam karya terbaru Lovelock, dia memandang bahwa manusia atau Homo Sapiens bahkan telah menjadi sumber infeksi bagi bumi. Manusia telah membuat Gaia, Ibu Bumi, menderita demam dan kondisinya segera akan memburuk hingga keadaan seperti koma.

Lagi kata Lovelock, menuju kesembuhannya, Gaia membutuhkan lebih dari 100.000 tahun, dan kita manusia adalah salah satu yang paling bertanggung jawab untuk menanggung segala konsekuensinya.

Dalam bahasa sederhana, Lovelock menjelaskan konsekuensi itu dengan mengatakan bahwa Bumi mungkin bertahan, betapa pun buruknya kita memperlakukannya, tetapi keberlangsungan itu mungkin tidak harus mencakup diri kita sebagai manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline