Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

4 Lembar Sejarah GBKP, Ucapan Selamat Ultah yang Terlambat untuk Bapak

Diperbarui: 2 Januari 2020   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendeta Pensiun Simon Tarigan, STh (Foto: Daut Meliala)

Sabtu pagi ini aku bangun tidur kesiangan, itu pun karena terpaksa. Seseorang yang ada perlunya datang ke rumah menyampaikan maksudnya. Hari ini tepat satu hari setelah ulang tahun bapak yang ke-65 pada 6 Desember kemaren.

Selepas mengantarkan anak-anak ke sekolah, aku berniat melanjutkan tidur yang terpotong. Namun, rintik rinai hujan dan bunyi "teng teng" butir air hujan yang jatuh di seng atap rumah membuat kesunyian semakin bertambah. Aku tidak hendak tidur lagi, tapi kepala agak pusing.

Sudah menjadi kebiasaanku, hari Sabtu adalah hari khusus untuk bermalas-malasan. Kata teman di kantor, itu adalah hari kolor molor. Maksudnya, bangun tidur molor, waktu untuk tidur pada malamnya molor, bukan dalam arti sebenarnya.

Semalam, sebenarnya ada niat untuk membeli sebongkah kue ulang tahun dan membawanya ke rumah bapak. Tapi karena waktu sudah pukul 22:00 dan aku masih hendak bergegas keluar dari kantor, aku urungkan niatku, takut malah membuat orang-orang yang sudah pada tidur menjadi jengkel.


Pagi ini dia lekas pergi pagi-pagi sekali menghadiri undangan natal bagi orang-orang tua lanjut usia di sebuah kota yang jaraknya 100 kilo meter dari rumah. Maka hari ini bukan lagi saat yang tepat membeli kue ulang tahun. Aku memutuskan berkolor molor sendiri di rumah.

Iseng mengisi kesunyian aku mencari-cari bahan untuk ditulis. Lumayan, dari pada membusuk hanya sekadar tidur pagi hingga siang sampai besok paginya, pikirku. Aku menemukan empat lembar kertas HVS yang ditulis tangan oleh bapak, terselip di sebuah map yang lusuh. Harusnya lembarnya ada lima, satu lembar hilang entah ke mana. Judul yang tertulis di map itu, Tugas Terstruktur Sejarah GBKP. Bapakku seorang pendeta yang sudah pensiun. Entahlah, apakah ia benar-benar sudah pensiun. Hehe.

Ya Tuhan, bisikku dalam hati. Tulisan ini mungkin dibuat sekitar 18 tahun yang lalu, saat aku masih semester 1 di bangku kuliah. Bahkan tugas perkuliahanku pun bapak yang membuatkannya, dan hari ini setelah istriku melahirkan cucu-cucunya, aku masih saja seperti anak kecil yang suka bermalas-malasan. Anak seperti apakah aku ini?

Lembar pertama yang hilang itu adalah tahap pertama sejarah perkembangan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) dari lima tahap yang dia jelaskan. GBKP adalah tempat dia melayani jemaat hingga pensiun.

Gereja orang Karo yang pertama (gereja berdinding papan yang sudah direnovasi) di Desa Buluh Awar, Deli Serdang, Sumatera Utara (Foto: Buluh Awar Kita)

Kekurangpedulianku menyimpan bahan tulisan tangannya barangkali cukup menjelaskan, mengapa aku batal memberinya sebongkah kue pada malam ulang tahunnya. Maafkan bapak, pada hari tugas ini dikumpulkan, dosen memberiku nilai A, tapi hari ini sudah hilang satu lembar.

Apa yang dia tuliskan akan aku tulisankan kembali apa adanya, tanpa bagian pertama, yang sudah hilang ditelan waktu, dan keteledoranku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline