Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

The Darkest Minds: Mengingkari Orisinalitas adalah Kesalahan Fatal Manusia yang Berpikir

Diperbarui: 30 Juli 2019   01:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.rottentomatoes.com

Dalam sebuah perjalanan dinas dari bandara internasional Kuala Namu, Deli Serdang menuju bandara internasional Sukarno Hatta, Tangerang Banten, menggunakan pesawat maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA191, saya menonton sebuah film dan memberikan review atasnya. Tentu saja ini bukanlah jenis review atas layanan maskapai Garuda, anggota dari Skyteam, yang sempat viral pada beberapa waktu yang lalu.

Sebagai seorang yang jarang bepergian menggunakan moda transportasi umum pesawat udara, saya tetap merasa bangga dengan maskapai milik Indonesia ini. Terimakasih kepada Garuda yang masih memberikan kesempatan menikmati hiburan multi media di dalam kabinnya, di samping bahan-bahan bacaan dan makanan minuman, di saat maskapai lain tidak memberikannya, padahal harga tiket tidak jauh-jauh beda. Masih terbilang sama-sama agak mahal semuanya, dibandingkan beberapa waktu lalu.

Adalah sebuah film yang berjudul The Darkest Mind, yang diproduksi pada tahun 2018 besutan sutradara Jennifer Yuh Nelson. Film dengan genre Sci-Fi ini diangkat dari kisah novel dengan judul yang sama ditulis oleh Alexandra Bracken. Selain The Darkest Minds, Alexandra Bracken juga menulis novel lainnya, diantaranya yang berjudul Never Fade, In The Afterlight, Throught The Dark dan Beyond The Night. Secara keseluruhan isi film ini adalah tentang sekelompok remaja yang berusaha melarikan diri dari ancaman pemerintah militer yang totaliter, karena mereka dianggap berbahaya dan mengancam kemanan dunia.

Novelis Alexandra Bracken (sumber: https://www.goodreads.com)

Film ini setidaknya memenangkan 1 penghargaan dan termasuk sebagai nominator dari penghargaan di bidang perfilman lainnya, yakni memenangkan penghargaan SXSW Film Design Award pada SXSW Film Festival 2019, kategori  Excellence in Title Design, dan masuk nominasi Golden Trailer pada Golden Trailer Awards 2019 untuk kategori Best International Poster.    

Film ini dibintangi oleh Amandla Stenberg yang berperan sebagai Ruby Daly, dan Mandy Moore yang berperan sebagai Cate. Ruby mengidap Idiopathic Adolescent Acute Neurodegeneration, yaitu Degenerasi Saraf Akut Remaja Idiopatik (IAAN). Penyakit degenerasi saraf akut ini telah menewaskan 98% anak dan remaja di Amerika.

Pada suatu hari, saat bangun pagi, setelah pada malam sebelumnya Ruby merayakan ulang tahunnya yang ke-10 bersama kedua orang tuanya, Ruby mendapatkan kenyataan aneh di dapur rumahnya. Menemui ibunya sehabis bangun pagi, sang ibu tidak lagi mengenali Ruby sebagai anak kandungnya. Akhirnya sang ibu mengurungnya di garasi mobil, hingga pihak keamanan datang menjemput Ruby dan membawanya ke suatu tempat yang rahasia.

Hidup di kamp pengasingan dan terpisah dari kedua orang tuanya membuat Ruby tertekan. Ia dihadapkan pada seperangkat alat medis dan seorang dokter yang tampak tidak bersahabat. Sang dokter mengatakan bahwa Ruby memang tidak sakit, tapi mereka berbeda.

Sang dokter menjelaskan tentang anak-anak di kamp itu yang dibagi kedalam berbagai kategori. Mulai dari anak dengan kategori hijau karena memiliki kecerdasan yang tinggi, kategori biru adalah anak-anak yang memiliki kemampuan telekinetis, hingga anak-anak yang berkategori oranye dan merah, yakni anak-anak yang punya kemampuan mematikan dan merupakan golongan langka yang berbahaya, hingga keberadaan mereka tidak diinginkan dan harus dilenyapkan.

Alat pengujian di ruangan itu sendiri menunjukkan bahwa Ruby adalah anak dengan golongan oranye. Ruby adalah anak dengan kemampuan luar biasa dalam membaca pikiran. Ia sadar bahwa ia dalam bahaya. Ruby secara spontan mempengaruhi pikiran sang dokter hingga ia mengubah penilaiannya menjadikan Ruby sebagai anak dengan golongan hijau.

Sehari-harinya di kamp itu Ruby berupaya menutupi identitas golongan oranye dirinya agar sebisa mungkin ia dapat lolos dari pengawasan dan tidak menimbulkan kecurigaan bagi tentara yang mengawasinya kalau ia tidak mau dihabisi.

Hingga pada suatu hari, ketika usia Ruby telah 16 tahun, ia bertemu seorang dokter bernama Cate, yang juga mengetahui identitas Ruby adalah dari golongan oranye. Ia membantu Ruby melarikan diri dari kamp pengasingan itu. Ruby akhirnya curiga dengan pertolongan ini, setelah dalam perjalan mereka bertemu dengan Rob, teman pria Cate di sebuah stasiun pengisian bahan bakar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline