Pro Patria Dedicatio Nostra yang bermakna "padamu negeri kami berbakti," adalah sebuah ungkapan yang dituliskan pada dinding rumah pengasingan Ir. Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia, yang ada di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Rumah ini adalah sebuah tempat yang bertalian dengan sejarah penggalian nilai-nilai Pancasila, dasar negara Republik Indonesia.
Dalam sebuah risalah tanpa nama dari Magda Peters di dalam novel "Anak Semua Bangsa," tulisan Pramoedya Ananta Toer, diceritakan tentang seorang penulis yang bukan orang pribumi, dapat mengenali dan menjelaskan secara rinci watak petani pribumi di kurun masa ratusan tahun era kolonialisme dengan baik, di mana pada saat yang sama sang petaninya sendiri mungkin tidak tahu menahu tentang dirinya sendiri.
Kata sang penulis: "Perasaan umum mereka (para petani) adalah curiga dan takut pada semua yang bukan petani, karena dari pengalaman berabad mereka mengerti tanpa disadarinya, bahwa semua yang berada diluar mereka secara sendiri-sendiri atau bersama adalah perampas segala apa dari diri mereka.
Bila mereka sudah melewati titik terdalam dari ketakutan dan kecurigaannya, dia akan melambung dalam ledakan membabi buta yang dinamai amuk. Mereka bisa melancarkan amuk secara sendiri-sendiri atau beramai-ramai, melawan siapa saja yang bukan petani. Begitulah makhluk mengibakan yang tak kenal ilmu bumi ini dalam beberapa menit amukannya selalu dapat ditumpas oleh penjajah.
Mereka patah untuk selama-lamanya setelah mencoba. Tigaratus tahun lamanya. Maka setiap orang dari golongan apa saja yang tampil dapat menghibur dan mengambil hatinya, akan mereka ikuti, baik dalam beribadah, berangkat ke medan perang ataupun tumpas dari kehidupan."
Pada masa penjajahan hingga masa pergolakan mendapatkan kesadaran berbangsa dan bernegara serta merebut kemerdekaan, kita mendapatkan pengenalan tentang sejarah kita sendiri justru dari orang asing, yang tampak lebih mengenal diri kita, karena dapat menggambarkan diri kita sendiri secara rinci. Ini adalah dakwaan yang menyakitkan, tetapi adalah sebuah kenyataan.
Dalam pada itu bukan lagi soal asing atau pribumi yang menjadi pokok permasalahannya, tapi soal kesetiaan dan kecintaan pada negeri dan bangsa sendiri, yang tidak mungkin terjadi kalau tidak dimulai dengan mengenal diri kita sendiri.
Dalam dasar negara kita, Pancasila, sila kelima yang dilambangkan dengan "padi dan kapas," adalah sila yang menyangkut keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Padi dan kapas digunakan, karena merupakan kebutuhan dasar setiap masyarakat Indonesia tanpa membedakan status dan kedudukannya.
Padi melambangkan makanan pokok, dan kapas melambangkan sandang atau pakaian. Ini mencerminkan persamaan sosial, dimana tidak ada perbedaan atau kesenjangan sosial dan ekonomi antara satu dengan yang lainnya. Ini merupakan syarat utama dalam mencapai kemakmuran yang berkeadilan.
Salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan terkait pangan dan sandang adalah dengan meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Ini melibatkan sebuah sistem sosial budaya, sistem kerja, dan rantai manajemen yang besar, yang perlu dikenali secara historis. Karena ada ungkapan yang menyatakan bahwa tidak kenal maka tidak sayang, tidak sayang maka tidak cinta.
Sejarah perjalanan negeri ini, sebagaimana gambaran novel roman sejarah di atas, dikenal sebagai negara agraris. Jadi, ada benarnya bahwa upaya memaknai Pro Patria Dedicatio Nostra, memaknai bakti pada negeri berarti memaknai upaya memajukan pertanian di Indonesia.