Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Bohemian Rhapsody, Mencari Kebaikan di Antara Berbagai Keburukan?

Diperbarui: 18 Maret 2019   03:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

noobnotes.net

Adalah sebuah ungkapan dari Freddie Mercury: "What if I have not enough time?"  dalam film berjudul Bohemian Rhapsody. Ya, bagaimana kalau aku tidak punya waktu yang cukup?

Bukankah tiga jam kesempatan untuk bisa menonton beberapa pilihan judul film yang kita bebas memilihnya di atas sebuah pesawat terbang, walaupun masih akan ada tas-tas di dalam bagasi yang harus digendong, ditarik setelahnya, ada bus pemandu antar moda  yang harus ditumpangi untuk bisa sampai ke rumah.

Melalui jalan raya yang mana banyak pengemudi ugal-ugalan berkendara di atasnya, tetap adalah merupakan waktu yang lebih dari cukup untuk menemukan walau sedikit saja kebaikan di antara berbagai hal kurang baik yang melingkupinya? Barangkali, seperti gambaran sederhana itulah pesan moral yang saya dapatkan dari Bohemian Rhapsody.

Bohemian Rhapsody adalah sebuah film yang baru dirilis pada tahun 2018, sehingga mungkin sudah banyak sekali review yang masih segar telah dituliskan atas film ini. 

Tapi, sebuah interpretasi yang dilakukan di atas ketinggian dengan beberapa kali pengumuman dari awak kabin tentang cuaca yang kurang baik selama penerbangan, ditambah keterbatasan pemahaman dan kosa kata dalam bahasa Inggris, mungkin akan menyebabkan interpretasi yang lain atas film ini dibandingkan dengan ulasan dalam artikel lainnya.

Bohemian Rhapsody merupakan film yang disutradarai oleh Bryan Singer, dibintangi diantaranya oleh Rami Malek, Lucy Boynton, dan Gwilyn Lee. Film ini dibuat untuk mengenang kebesaran sebuah grup band dari Inggris, Queen, lagu-lagu mereka dan vokalis utama mereka, Freddie Mercury, yang dipandang sebagai salah satu entertainer yang paling dicintai, yang pernah ada.

Dua hal yang paling utama menurut saya, yang cukup mewakili berbagai kekurangan untuk bisa dinilai sebagai "manusia normal" yang ada pada diri Freddie, yakni orientasi seksualnya dan penyakit AIDS yang akhirnya mengakhiri hidupnya.

Pada bagian awal film, diceritakan bagaimana Freddie yang merupakan seorang anak yang lahir dari keluarga migran India yang berdiaspora ke Inggris. Orang tuanya penganut Zoroaster yang taat. 

Ayahnya mempunyai semacam standar etika pribadi yang jelas dan tegas, tergambar dalam serangkaian slogan yang sering diucapkannya berulang-ulang di depan wajah Freddie setiap kali ia menemukan Freddie sebagai anak bengal dan tidak memenuhi standar yang diharapkannya, yakni "pikiran baik, kata-kata baik, dan perbuatan baik."

Pada sebuah malam, Freddie menonton penampilan sebuah band di caf kecil. Selesai pertunjukan, saat akan menemui para personil band yang tampil, Freddie bertemu pandang dengan Marry Austin, yang tampak cantik dan mengenakan mantel berbulu desain Biba. Kelak Marry ini yang memberi pengaruh besar kepada Freddie dalam menciptakan dan mengaransemen lagu Love of My Life yang meneduhkan sekaligus sangat menyanyat hati itu.

Freddie mencari band yang telah selesai tampil itu dengan niat menawarkan lagunya untuk dimainkan oleh band. Bukannya mengapresiasi naskah lagu yang disodorkan Freddie, ketiga personil band yang baru saja kehilangan vokalis mereka, malah menyindir dengan mengatakan "Kami tidak akan menerimamu, tidak dengan bentuk gigi seperti itu." Gigi Freddie memang terlihat seperti tonggos, gigi serinya besar-besar dan tampak menonjol ke depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline