Teringat kisah satu regu pasukan Inggris pada Perang Dunia Kedua yang berhasil menyelamatkan diri dan kembali pulang ke keluarganya masing-masing dengan menyanyikan lagu Hymne The Pooh, yang berisikan syair tentang kerinduan untuk pulang ke rumah.
Mereka menyanyikan himne itu dari satu api unggun ke api unggun lainnya di malam berikutnya. Maka aku mengumpulkan ranting-ranting kayu untuk membuat api unggun. Aku bermaksud menarik perhatian teman-teman agar berkumpul di sekitar api unggung dan sedikit mengalihkan ketegangan, sehingga kami bisa lebih tenang membuat perencanaan.
Sekembalinya dari mengumpulkan ranting kayu, penjaga pondok di pintu hutan sudah tiba di lokasi kami dengan motornya. Aku memanggil Her yang masih sibuk membongkar barang, dan mencoba menjelaskan situasi kami kepada penjaga dan merencanakan apa yang akan kami lakukan.
Anggi masih sibuk dengan kuskus, Kanaya memperhatikan aku dan penjaga pondok dengan raut muka makin cemas, sementara Lukman dan Prita duduk di onggokan batang kayu sambil menenangkan Kevin yang sudah mulai menangis, sedangkan Fred masih belum kembali juga.
Penjaga akhirnya setuju dengan rencana kami, disepakati bahwa yang ikut dengan penjaga ke pondok adalah Anggi, karena bagaimanapun Kanaya tidak akan berani sendirian dalam gelap, sementara Anggi mungkin bisa menemukan konten yang cocok untuk instagramnya. Lukman dan keluarganya bagaimanapun juga harus menunggu mobil jemputan dari kota karena mengejar keberangkatan pesawat ke Jakarta pukul 7.00 besok.
Ada terpancar rasa tidak setuju di wajah Anggi, karena masih penasaran dengan kuskus, namun sadar dengan kondisi kakinya yang terkilir ia pun segera naik ke boncengan motor si penjaga. Aku lalu menyalakan api unggun dan memanggil kawan-kawan mendekat.
Hari sudah menunjukkan pukul 18:00. Aku menjelaskan rencana kepada teman-teman. Mobil dari kota mungkin baru akan tiba pada pukul 20:00, maka semua perlu membagi bekal yang ada pada masing-masing orang, karena di mobil hanya tersisa dua pax nasi kotak yang tidak cukup dimakan berlima atau berenam kalau Fred sudah kembali.
Oh ya, aku baru sadar kalau Fred sudah pergi kurang lebih setengah jam yang lalu. Aku minta kepada Her dan Lukman untuk menjaga situasi, mengingat saat gelap hewan malam suka mencuri bahan makanan atau barang-barang bawaan.
Aku berjalan ke arah hutan yang rimbun dimana suara peluit tadi aku duga adalah dari Fred. Ternyata benar, suara itu adalah bunyi peluit milik Fred, yang tersengal-sengal dan terduduk di bawah sebuah pohon kayu yang besar. Kata Fred, sesaat setelah ia buang air besar, tiba-tiba datang seekor babi hutan yang tertarik dengan keluaran Fred, maka Fred pun sontak meniup peluitnya untuk mengusir si babi. Memang babi itu ketakutan, namun naasnya babi itu berlari sambil menyeruduk ke arah Fred. Untunglah ia bisa menggunakan tongkatnya untuk menangkis.
Lagipula bagi seorang ahli biologi pengikut Alfred Wallace yang sangat memahami evolusi Darwin, maka sedikit banyak Fred memahami perangai hewan-hewan di habitat aslinya, hanya saja faktor usia membuat Fred sedikit sudah payah.
Tiba di api unggun waktu sudah menunjukkan pukul 18:15. Kami tiba bersamaan dengan kedatangan si penjaga pondok. Kami sepakat bahwa yang diboceng selanjutnya ke pondok adalah Fred, bagaimanapun Anggi membutuhkan obat-obatan di tas Fred untuk mengobati kakinya yang terkilir. Fred sebenarnya berkeras agar Prita dan Kevin saja duluan, karena cuaca yang semakin dingin tidak baik untuk penyakit asma yang diderita Kevin. Namun, setelah aku menjelaskan situasinya Fred akhirnya setuju ikut ke pondok dengan penjaga, namun atas sarannya Kevin dibawa oleh orang tuanya ke mobil Her agar bisa lebih terlindung dari udara dingin hutan.