Lihat ke Halaman Asli

Aven Jaman

penulis

Berjasa Antar Jiwasraya Jadi Asuransi Terbaik Kedua se-Indonesia Tahun 2017, Mengapa Direksinya Ditersangkakan?

Diperbarui: 4 September 2020   19:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

liputan6.com

Kemarin, Kamis (03/09/2020) pemeriksaan terhadap tersangka Hary Prasetyo membuka fakta baru terkait Jiwasraya. Rupanya pada tahun 2017 Jiwasraya sempat tercatat sebagai perusahaan asuransi terbaik kedua setelah Prudential.

Menarik bahwa bila dirunut sejarah perjalanan Jiwasraya, perusahaan plat merah ini harusnya sudah gulung tikar pada 2008 sebagai akibat antara lain repo terhadap saham Bakrie yang tak kunjung ditebus.

Tercatat bahwa pada tahun 2004, Jiwasraya merepo saham Bakrie pada sejumlah perusahaannya. Repo itu meski sudah jatuh tempo, tetap tak ditebus. Alhasil, pada 2008 Jiwasraya goncang, liabilitasnya tinggi, insolvensi pun terjadi.

Namun, oleh Hary Prasetyo dan kawan-kawan di bawah pimpinan Hendrisman Rahim selaku Direktur Utama, Jiwasraya berhasil mereka selamatkan dari kebangkrutan.

Maka, apabila yang terjadi bukan hanya selamat dari kebangkrutan melainkan catatkan pencapaian sebagai perusahaan asuransi terbaik kedua Indonesia, ini jelas prestasi luar biasa. Menghidupkan mayat kata Hary Prasetyo jelas bukan hiperbola. Faktanya memang demikian.

"Itu suatu prestasi bahwa kami menghidupkan kembali mayat hidup yang sudah takkan mungkin kembali hidup. (Kinerja) Kami di bawah Prudential (PT Prudential Life Assurance) kalau boleh menyebut. Sudah nomor dua, tapi gagal bayar di bulan Oktober. Itu aneh pak. (Gagal bayar) bukan karena investasi, karena operasional. Lebih kepada operasional," katanya seperti dikutip dari BeritaSatu.com.

Lantas Mengapa Dinyatakan Gagal Bayar?

Masih menurut Hary Prasetyo, Jiwasraya pada akhir 2017, nilai aset perseroan mencapai Rp 45 triliun dengan nominal kas mencapai Rp 4 triliun. Tingkat solvabilitas atau risk based capital (RBC) bahkan mencapai 200 persen, padahal, tingkat solvabilitas perusahaan asuransi konvensional baik untuk sektor asuransi jiwa maupun asuransi umum minimum sebesar 120 persen.

Kondisi itu jauh berbeda dengan kinerja perseroan pada 2008 atau ketika Hary Prasetyo pertama kali bergabung dengan perusahaan BUMN tersebut. Saat itu, Hary menyebut neraca keuangan perseroan tercatat minus Rp6,7 triliun atau dalam kondisi insolvensi dengan nilai aset sekitar Rp5 triliun. Perseroan bahkan tak memiliki kas dan RBC minus ratusan persen. Hary mengaku selama masuk jajaran direksi, Asuransi Jiwasraya tidak mengalami masalah investasi. Semua tata kelola atau governance perusahaan disebutnya sudah tertata dengan baik.

"Tidak boleh ada terjadi gagal bayar itu kalau tadi tanggung jawab semua ada di JS (Asuransi Jiwasraya). JS harus bertanggung jawab kenapa gagal bayar. Itu aneh pak," kata Hary dalam keterangannya di persidangan kemarin.

Pertanyaannya ini adalah pertanyaan publik juga. Jika faktanya masih punya nilai aset perseroan sebanyak itu pada 2017 dan kemudian pada 2018 masih pula cetak laba 2,8 T, pengumuman gagal bayar jelas merupakan sebuah kesalahan pengelolaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline