Lihat ke Halaman Asli

Tenty Nofika Putri

Mahasiswi UIN WALISONGO Semarang

Vaksinasi Covid-19

Diperbarui: 1 Maret 2022   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Vaksinasi Covid-19

Pandemi Covid-19 sejak tahun 2019 hingga saat ini sedang melanda seluruh dunia dan menghantui seluruh umat manusia. Virus ini berasal dari daerah Wuhan yang berada di China. Semua manusia ketakutan dengan munculnya virus corona. Jumlah kematian akibat wabah virus corona ini mencapai puluhan ribu orang yang meninggal dan jutaan orang yang terjangkit. Berbagai regulasi di Indonesia telah dilaksanakan, seperti pemberlakuan jarak sosial untuk segala bentuk kegiatan, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), karantina kesehatan, dan PPKM Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Upaya pemerintah pada saat ini adalah mengadakan vaksinasi gratis hampir merata di seluruh Indonesia. Vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu program dari pemerintah untuk menambah imunitas tubuh guna mengurangi peningkatan terjangkitnya virus corona. Dengan imun tubuh yang baik maka tidak rentan terkena serangan virus. Vaksin Covid-19 ini terdapat berbagai macam jenis yang berbeda yaitu Sinovac, Vaksin Covid-19 Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, SputnikV, Jannsen dan Convidecia. Setiap jenis vaksin Covid-19 tersebut mengandung efek samping yang berbeda-beda. Seperti vaksin sinovac yang memiliki efek samping nyeri otot, demam, sakit kepala, dan lain-lain. Lalu, vaksin AstraZeneca memiliki efek samping kemerahan, pembengkakan, mual, dan lain-lain.

Namun, program vaksinasi Covid-19 ini menuai pro dan kontra. Terlebih dengan adanya kabar bahwa siapa pun yang menolak vaksinasi akan menghadapi sanksi administratif dan hukuman pidana. Aturan yang dikeluarkan pemerintah tentang sanksi penolakan vaksinasi adalah Perintah Eksekutif Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin, dan tentang pelaksanaan vaksinasi terkait dengan penanggulangan vaksinasi. Dimana orang yang menolak untuk divaksin akan dikenakan sanksi administratif seperti penundaan atau penangguhan pemberian jaminan sosial atau kesejahteraan serta denda. Sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Peraturan Daerah DKI Jakarta, seseorang yang menolak vaksinasi akan didenda Rp5 juta. Sehingga, banyak cuitan "anti vaksin atau tolak vaksin" yang terdapat diberbagai di media sosial.

Setiap manusia mempunyai hak asasi untuk melakukan suatu tindakan pada dirinya sendiri. Dengan adanya sanksi administratif yang menciptakan pemaksaan berarti sudah melanggar hak manusia tersebut. Tidak sedikit masyarakat takut akan vaksinasi Covid-19. Sebagian besar masyarakat takut dengan efek samping vaksinasi Covid-19. Kemudian, terdapat masyarakat yang takut atau phobia akan jarum suntik. Namun, pada saat ini syarat untuk melakukan beberapa kegiatan di luar rumah harus menunjukkan bukti vaksin. Seperti contohnya berpergian ke luar kota membutuhkan bukti telah melakukan vaksin berupa kartu sertifikast vaksinasi minimal dosis pertama. Jika tidak melakukan vaksin maka tidak dapat melanjutkan perjalanan.

Selama ini pemerintah tidak bisa memaksakan kehendak rakyat, karena masyarakat sudah menerima sebagian besar peraturan perundang-undangan, seperti PSBB, yang banyak kehilangan mata pencahariannya. Kedua, ada produk sah yang dikenakan sanksi administratif dan pidana bagi yang menolak divaksinasi. Tentu saja hal ini menimbulkan kontroversi yang membuat masyarakat semakin tidak percaya, seolah-olah pemerintah bersifat otoriter dan tidak mempedulikan hak semua warga negara, serta kehilangan legitimasi atas apa yang diberikan. Oleh karena itu, menurut penulis pemberian vaksinasi Covid-19 sebaiknya bersifat sukarela dan tidak boleh ada paksaan atau sanksi yang dapat mengakibatkan hilangnya hak-hak manusia. Manusia berhak melakukan tindakan untuk dirinya sendiri tanpa paksaan dari orang lain. Namun, sebagai manusia harus tetap mematuhi peraturan yang berlaku, misalnya mematuhi protokol kesehatan dan juga menghindari kerumunan.

Penulis: Tenty Nofika Putri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline