Lihat ke Halaman Asli

Marjono Eswe

Tukang Ketik Biasa

Bahasa (Blog) dan Kekerasan

Diperbarui: 12 Oktober 2020   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ngeblog dan Bahasa ngeblog sejatinya bagian ekspresi kita. Keliaran kreatif kita bisa nampang di dunia ngeblog ini. Manakala kita mampu menunjukkan karya maupun prestasi apapun, tentu orang lain akan melihat, membaca dan menikmati sentuhan ide-ide segar kita.

Namun demikian tentu para penikmat akan memilih yang menghibur, ringan maupun konstruktif, dan tidak nyerempet-nyerempet bahaya (vivere pericoloso).

Konten ngeblog sesungguhnya tak jauh besa dengan konten-konten di media masa, media sosial dan media lain yang berbasis website maupun android. Saat konteks dan kontennya memberikan nilai tambah, tentu Ia akan dicari masyarakat.

Begitu juga sebaliknya, ketika tatanan Bahasa dan isi di dalamnya mengandung unsur SARA, meniupkan bara maupun api konflik, hoaks bahkan ujaran kebencian apalagi politik adu domba, maka secara pelahan tapi pasti, Ia akan ditinggalkan dan dikubur dalam-dalam oleh masyarakat sepanjang hidupnya.

Profesi Bloger di jaman ini, masih dilirik sebagaian masyarakat, meski masih di bawah posisi vlogger maupun youtuber.  Pada ketiga kota tersebut, kita bisa menemukan kebebasan. Namun kebebasan di sini itu mengandung 2 pemaknaan, yakni "bebas dari" atau "bebas untuk". 

Kadangkala kita menapaki keduanya, acap pula kita berada pada salah satu sisi. Namun demikian, tak kurang baiknya kita bisa menetapkan hati dengan memfokuskan pada agenda bebas untuk meski tetap dalam koridor positif dan norma hukum yang berlaku.

Kita bisa bedakan, mana yang lebih bernyawa kala kita hanya bisa bebasa dari kelaparan, lantas kita misalnya dipasok nasi bungkus sekarung, kemudian saat lain kita bisa melakukan aktivitas yang berfrasa bebas untuk, seperti bebas untuk menempuh pendidikan yang kemudian mampu menemukan solusi bagaimana caranya mengatasi lapar dan menciptakan kerja yang berdampak pada hidup mandiri dan layak. Sekurangnya, bebas untuk ini akan membawa kita berani untuk mengambil keputusan secara produktif.

Ngeblog dengan rimba Bahasa di dalamnya, memang patut dilakukan hati-hati dan waspada, karena dulu kita mengenal, "mulutmu harimaumu," kemudian era sekarang kita juga dekat dengan, "jemarimu adalah harimaumu." Karena, jika kita salah ucap dan salah tulis maka UU ITE bisa mengancam dan menyeret kita ke bui. Ngeri!!

Maka kemudian, meski kita menulis, berkespresi di blog kita sendiri, namun orang lain akan bisa membaca, menilai, menganalisis dan beropini tentang tulisan kita soal saripati konten-konten kita.

Di sinilah dalam keriangan ngeblog, kita harus ingat dan mempraktikkan wejangan edukatif dari Pujangga Rangga Warsita, "Amenangi jaman edan, ewuh aya ing pambudi, melu edan ora tahan, yen tan melu anglakoni, boya kaduman melik, kaliren wekasanipun, ndilalah kersaning Allah, begja begjane kang lali, luwih begja kang eling lan waspada."

Jadi mesti dipikirkan ulang, reminder, ajining diri gumantung wedeling lathi, harga diri kita bergantung dari apa yang kita ucapkan. Dengan demikian, kita akan menjadi apa yang kita pikirkan, kita akan menjadi apa yang kita tuliskan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline