Lihat ke Halaman Asli

Marjono Eswe

Tukang Ketik Biasa

Sampah Siap Menggantikan Batubara

Diperbarui: 27 Juli 2020   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sampah hingga sekarang acap dituding sebagai biang masalah lingkungan. Sampah sendiri sebenarnya bukan masalah, Ia menjadi masalah kala manusia tak bisa mengelola sampah secara baik. Padahal banyak nilai tambah dari sampah yang selama ini terbiar. Ya ekonomi, ya energi juga lingkungan hidup kita.

Menyoal sampah memang komplek. Dari kebutuhan sehari-hari masyarakat saja, akan menghasilkan banyak sekali sampah. Apalagi, di era modern ini penggunaan alat elektronik tidak terelakkan. Hampir setiap aktivitas kita tidak terlepas dari peralatan elektronik seperti penanak nasi (rice cooker), blender, dispenser, kulkas, mesin cuci, AC, kipas angin, televisi, komputer, laptop, handphone, dan masih banyak lagi.

Masifnya pembelian produk elektronik ini akan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring tuntutan modernitas, kebutuhan yang semakin kompleks, dan aspek kepraktisannya. Namun, tanpa kita sadari, perilaku ini akan meningkatkan jumlah sampah, yang populer disebut dengan electronic waste (e-waste).

Barangkali kita tidak tahu atau bahkan tidak peduli sampah elektronik ini mau dibuang ke mana. Padahal di dalam produk elektronik mengandung komponen-komponen yang ber-bahaya bagi lingkungan dan termasuk kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti merkuri, timbal, kromium, arsenik, dan lain-lain.

Suka tak suka, sampah ini juga membutuhkan lahan, meskipun saat ini sudah ada beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA), namun kapasitasnya tidak seimbang dengan produksi sampah setiap hari. Oleh sebab itu, pengelolaan sampah ini harus dikembangkan. Sampah tidak hanya dibuang tetapi bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Kita merujuk acuan 3 R, yaitu Reduce, Reuse dan Recycle. Reduce berarti mengurangi sampah, Reuse berarti memanfaatkan kembali sampah, seperti menggunakan sampah botol kaca untuk keperluan lain, serta Recycle berarti mendaur ulang, atau mengolah sampah menjadi barang lain yang lebih bermanfaat.

Utamnya daur ulang inilah konsep kreativitas perlu dikembangkan. Kantong plastik, bungkus rokok, bungkus permen, sedotan dan masih banyak lagi bisa diolah menjadi tas, hiasan, lantai rumah, dan sebagianya. Bahkan dari sampah organik bisa berubah menjadi pupuk organik dan laku dijual.

Badan Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan pemerintah secara umum di daerah juga memfasilitasi pendampingan kreativitas masyarakat dalam mengelola atau mendaur ulang sampah pada UMKM binaan.

Lewat intervensi tersebut bisa dikembangkan pola inovasi dan kreativitas dalam mengubah sampah menjadi indah dan bernilai ekonomis. Langkah seperti ini jangan sampai terputus. Warga yang telah diedukasi, harus mampu menjadi agen perubahan yang menularkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan positifnya kepada lingkungan, minimal pada tataran keluarga.

Kita ingin, itu semua menjadi sebuah langkah cerdas, karena perilaku yang baik dan benar harus ditumbuhkan sejak dini. Dengan demikian, seluruh warga beramai-ramai melakukan 3R, sehingga selain turut menjaga kualitas lingkungan hidup, masyarakat juga lebih berdaya dan meningkat kesejahteraannya.

Siti Nurbaya Bakar sebagai Menteri LHK menaksir timbunan sampah di Indonesia tahun 2020 sebesar 67,8 juta ton. Kelihatannya akan terus bertambah seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan dengan semakin membaiknya tingkat kesejahteraan (detiknews.com, 9/6/2020).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline