Lihat ke Halaman Asli

Marjono Eswe

Tukang Ketik Biasa

Optimalisasi One Map Policy

Diperbarui: 16 Juli 2020   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

One Map Policy adalah amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG). Informasi Geospasial diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterpaduan, keterbukaan, kemutakhiran, keakuratan, kemanfaatan, dan demokratis.

Undang-Undang ini diharapkan mampu mewujudkan penyelenggaraan informasi geospasial yang berdaya guna dan berhasil guna melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan mendorong penggunaan informasi geospasial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Konsep One Map Policy (OMP) adalah untuk menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi oleh berbagai sektor ke dalam satu peta secara integratif, dengan demikian tidak terdapat perbedaan dan tumpang tindih informasi dalam peta yang mana ditetapkan oleh satu lembaga dalam hal ini BIG untuk ditetapkan sebagai one reference, one standard, one database, dan one geoportal.

Dari konsep ini kita ingin dapat mendukung kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien termasuk di dalamnya pengawasan dan pengelolaan lingkungan. 

Deforestasi yang tidak terkendali, adalah salah satu kasus yang disebabkan karena tidak tersedianya peta atau informasi geospasial yang terintegrasi pada setiap kementerian dan lembaga, sehingga terjadi tumpang tindih dalam pemberian ijin usaha.

Permasalahan ini sangat terkait dengan pemetaan tata ruang daerah. Keterbatasan ketersediaan informasi geospasial dan sumberdaya manusia yang tidak memahami informasi geospasial dan analisis keruangan menjadi salah satu penyebab utama dari rendahnya kualitas penataan ruang.

Salah satu yang menjadi penyebab belum optimalnya pelaksanaan penataan ruang adalah belum adanya perwujudan peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal.

Hal ini menyebabkan terjadinya permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan yang dapat menghambat pelaksanaan penyeleng-garaan penataan ruang dan pada akhirnya menghambat berbagai program dan kebijakan pembangunan. Contohnya adalah hambatan penyediaan lahan bagi proyek strategis dan kendala perizinan karena tumpang tindih batas administrasi wilayah.

Pemerintah telah mengupayakan Percepatan OMP atau Kerbijakan Satu Peta (KSP) dengan menerbitkan PP No. 9 Tahun 2016 yang didalamnya menjangkau 3 tahapan percepatan, yaitu : tahap pengumpulan informasi geospasial tematik (IGT), tahap verifikasi dan koreksi dan tahap penyelesaian per-masalahan tumpang tindih antar IGT. Data IGT yang digunakan merupakan kompilasi data yang diperoleh dari Kementerian, Lembaga, serta Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di 34 Provinsi.

Updating

 Percepatan OMP saat ini telah memasuki tahapan Penyelesaian Per-masalahan Tumpang Tindih Pemanfaatan Ruang (Sinkronisasi), sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline