Saya sering pusing melihat cara berlalu lintas para pengendara sepeda motor di Jakarta. Tapi saya langsung bersyukur ketika saya membandingkan dengan cara bersepeda motor orang India di New Delhi dan kota lain sekitar Jaipur. Pengendara sepeda motor di Indonesia ternyata lebih baik, sopan dan beradab saat berlalu lintas di jalan raya dibanding pengendara sepeda motor di India.
Lebih bersyukur lagi saat saya menyaksikan cara berlalu lintas pengendara sepeda motor di Kathmandu, Nepal dan kota kota lain disekitar Himalaya. Di Kota Kathmandu, cara orang Nepal bersepeda motor ternyata sangat amburadul, nyaris tanpa peraturan berlalu lintas sama sekali.
Dari jalan jalan raya yang saya saksikan di Kathmandu dan sekitar Himalaya ini saya jadi terheran heran ketika mendengar berita ada orang Indonesia yang mau bersepeda motor ke Himalaya.
Lampu pengatur lalu lintas nyaris tidak ada, hanya satu buah saja yang saya temukan diseluruh kota Kathmandu. Itupun rusak saat saya melintas di perempatan tersebut. Tetapi Polisi pengatur lalu lintas banyak saya temui berdiri di setiap perempatan jalan untuk mengatur lalu lintas dengan isyarat tangan seperti Jakarta jaman baheula sekitar tahun 1970an. Luar biasa kuno dan ndeso seperti kehidupan di jaman purbakala.
Pengendara sepeda motor semuanya tidak ada yang tertib berlalu lintas. Banyak sekali yang terus melaju mengabaikan isyarat tangan tanda STOP dari polisi. Celakanya, hampir semua polisi tidak dilengkapi sepeda motor dinas untuk mengejar pelanggar lalu lintas.
Jadi paling banter pak Polisi hanya bisa teriak teriak saja kalau ada pelanggaran. Kalau saya terjemahkan kedalam bahasa Indonesia, kemungkinan kosakata yang keluar dari mulut polisi adalah 'Jancuk', 'Asu', 'Anjing Loe', 'Maling', 'Jambret', 'Bajingan', 'PKI', dsb. Coba tanyakan sendiri artinya ke orang Nepal.
Marka jalan juga susah ditemukan di jalanan kota Kathmandu dan jalan jalan lain sekitar pegunungan Himalaya. Gimana bisa ngecat marka jalan kalau jalan rayanya saja tidak beraspal? Beda sekali dengan Jakarta, kota Kathmandu meskipun ibukota negara tapi masih banyak jalan yang tidak beraspal. Jadi sangat wajar kalau sepeda motor sangat semrawut di kota ini. Kota kota lain di Himalaya semuanya sama saja juga.
Masih ingat kan, bulan mei lalu Liputan6, Otomotif dan TV ditanah air gaduhnya bukan main karena ada aktor/aktris Darius Sinathrya dan Donna Agnessia mau bersepeda motor ke Himalaya bulan Juli/Agustus tahun ini.
Katanya mau difilmkan juga dengan judul Himalayan Ridge? Mulai persiapannya, sepeda motornya sampai hal hal sekecil apapun diulas tuntas oleh Media Infotainment apapun di tanah air. Ini contoh link beritanya: Darius Sinathrya dan Donna Agnessia Bersepeda Motor Di Himalaya.
Jangan sekali-kali terkagum kagum dengan omongan si Darius/Donna Agnessia dan ulasan media di Indonesia. Darius/Donna Agnessia nanti nggak akan bisa ngebut dengan sepeda motornya di Himalaya. Jalan raya di Indonesia jauh lebih baik, beraspal semua, ada marka jalan dan tanda lalu lintas yang jauh lebih lengkap.
Nggak ada apa apanya jalan dan lalu lintas di Himalaya apabila dibandingkan dengan jalan kampung di Klaten atau Boyolali. Kalau di filmnya nanti terlihat jalanan bagus dan mulus, itu dibuat di studio atau di jalan raya yang kebetulan baru saja selesai di aspal.
Biarkan saja Darius dan Donna Agnessia ngoceh pengalamannya bersepeda motor disekitar Himalaya. Saya yakin sekali si aktor dan aktris ini akan ber-'akting' juga seperti layaknya saat dia bermain sinetron. Jalan raya bergelombang dan tidak beraspal akan dikatakan halus mulus.
Perjalanan hanya kuat satu jam bersepeda motor akan dikatakan nonstop 8 jam tanpa istirahat di jalanan yang lebar dan mulus. Aktor memang perlu sensasi untuk tetap terkenal, tapi pemirsa jangan sampai tertipu dengan gombalan aktor dan aktris.
Baca Juga:
- Bus Kota Kathmandu
- Keliling Kathmandu Naik Angkot
- Pengalaman Above The Summit Mt Everest
- Nonton Prosesi Bakar Mayat Di Nepal
- Mbulet Ruwet Kabel Di Kathmandu Nepal
- Bagaimana Cara Mengurus Visa On Arrival Nepal
- Mendaki Gunung Jaman Now Di Everest Dan Himalaya
- Tea House Trekking Himalaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H