Ini semua ku kerjakan hanya demi anakmu. Demi masa depan anakmu, demi menitih jalan yang terbaik untukmu, dan ku buang waktuku lagi lagi untuk anakmu.
Anakmu sumber bahagiaku, anak yang kau anggap aib menjadi sumber kebahagian untukku, anak yang kau anggap benalu dalam hidupmu sumber senyumku, anak yang kau anggap beban penyemangat hidupku, anak yang kau anggap kesakitanmu penghilang lelah untukku.
Aku memang bukan yang mengandung, bukan aku juga yang merasakan kesakitan melahirkan bayi ini. Tetapi kamu membuangnya setelah kamu kesakitan melahirkan. Kamu meninggalkannya dalam ditengah dinginnya malam, ditengah mencekamnya suasana pasar. Kamu seorang ibu tetapi tak punya hati dan nurani seorang ibu. Kamu tega, kamu sanggup melakukan itu semua demi memperbaiki nama baikmu. Kamu buang darah dagingmu demi citramu, kamu buang darah dagingmu keegoisanmu.
Aku memang berbeda tidaklah seperti wanita lain, aku tak bisa mengandung bayi, aku tak bisa melahirkan seorang bayi. Tetapi aku tau perbuatanmu bejat!. Aku selama bertahun-tahun bertarung dengan obat, bertarung dengan terapi untuk membuat rahimku normal seperti wanita lainnya, untuk membuat aku bisa merasakan menimang bayi, menyuapinya makan dan membawa jalan-jalan sore bertemu dengan ibu-ibu lainnya. tetapi kau yang sudah diberkahi semua dan engkau dengan sengaja membuangnya, ditinggalkan diantara lantai toko yang dingin.
Namun perlakuan itu semua membuat ku sangat bahagia, setidaknya aku merasakan punya anak walau bukan dari rahimku. Setiap pagi aku memberinya susu, aku mengganti popoknya, ku ajarinya bicara, aku ajarinya berjalan dan aku perkenalkan dunia kepadanya.
Aku seorang ibu, aku seorang ibu, aku seorang ibu. Aku merasakan mengurus anak. Aku sangat bahagia. Saat lelah pulang ku bekerja di toko, ada yang menyambutku di rumah. Saat dia sakit aku panik, aku khawatir, aku meninggalkan pekerjaanku untuknya.
Aku punya sumber senyum dan tawa setelah malam itu bertemu kamu. Aku punya sumber khawatir dan sumber penyemangat setelah bertemu kamu. Suasana rumah yang rumit dengan berbagai macam masaalah, menjadi tenang setelah malam itu. Suamiku yang tak pernah mau kalah dan mendengarkan pendapat ku menjadi sosok pengalah dan pengertian setalah ku bertemu kamu malam itu. Anakmu perubah hidupku, anakmu perubah suasan rumah, anakmu pulayang membuat hubungan aku dan suamiku menjadi baik sedia kala.
Sekarang dia telah menjadi anak laki-laki yang ceria dan punya banyak teman. Aku akan membentuk dia menjadi anak yang bisa menjaga ibu. Aku membentuk dia anak yang pintar dan punya moral. Aku punya banyak cita-cita dan rencana yang akan ku bangun dengan anakmu dan suamiku.
Namun aku tersadar suatu saat kamu akan mengambil kembali anakmu, entah kapan? Lambat laun kamu merebut dia dari aku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Dia lahir dari rahimu, dia terbentuk dari segumpal darahmu, dia lahir diiringgi tangis kesakitanmu. Aku bukan siapa-siapa yang tak bisa mencegah suatu saat itu datang. Kau ambil sumber kebahagianku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H