Lihat ke Halaman Asli

Tengku Sri RamaDonna

Mahasiswa UIN JAKARTA

Konsep Kematangan dan Teori Behavioristik dan Humanistik

Diperbarui: 7 November 2024   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Teori Behavioristik

Teori Behavioristik merupakan Teori yang mempelajari mengenai perilaku manusia. Fokus dalam Teori Behavioristik ini lebih menekankan terhadap perubahan tingkah laku manusia. Perspektif behavioristik berfokus pada peran belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan stimulus yang menimbulkan suatu perilaku reaksi. Teori Belajar Behavioristik menekankan pembelajaran seseorang berkaitan dengan peristiwa lingkungan. Maka dari itu, lingkungan lah yang memiliki peran penting dan berkaitan erat dengan proses pembelajaran.


Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku
yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan tersebut terjadi melalui
rangsangan atau stimulus yang menghasilkan hubungan perilaku reaktif atau respon. Stimuls
tersebut berupalingkungan belajar anak baik internal maupun eksternal yang menjadi penyebab
belajar, sedangkan respon merupakan akibat berupa reaksi fisik terhadap rangsangan/stimulus
tersebut.


2. Teori Conditioning Ivan Pavlov

Dalam eksperimennya, Ivan Pavlov melakukan penelitian terhadap anjing dengan memasang saluran kecil di pipi anjing untuk mengukur aliran air liur. Anjing tersebut ditempatkan dalam kondisi terpisah dari penglihatan dan suara luar. Ketika lampu dinyalakan, anjing tidak mengeluarkan air liur hingga diberikan bubuk daging, yang membuatnya lapar. Setelah beberapa pengulangan, ketika lampu dinyalakan tanpa pemberian makanan, anjing tetap mengeluarkan air liur. 

Dari sini, Pavlov mengembangkan konsep classical conditioning, yaitu pembelajaran yang melibatkan pengkondisian stimulus untuk menghasilkan respons tertentu. Classical Conditioning adalah model pembelajaran di mana stimulus yang tidak dikondisikan (makanan) dipasangkan dengan stimulus yang dikondisikan (lampu), sehingga lampu dapat memicu respons yang sama (keluarnya air liur). Teori ini menunjukkan bahwa pengontrolan stimulus lebih penting daripada pengontrolan respons. Dalam konteks pendidikan, penerapan teori ini terlihat ketika seorang guru memberikan pujian kepada muridnya, yang dapat meningkatkan motivasi dan perhatian siswa terhadap pelajaran.

3. Teori Connectionsm

John Broadus Watson adalah tokoh utama dalam pengembangan teori behaviorisme, yang menekankan pengamatan perilaku sebagai subjek utama psikologi. Menurut Watson, perilaku dapat diukur melalui observasi, pengujian, dan refleks terkondisi, dengan fokus pada respon yang tampak nyata dan dapat diamati. Ia berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dasar dan bahwa semua perilaku terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan. Watson terkenal dengan eksperimen "Little Albert", di mana ia menunjukkan bahwa ketakutan dapat dipelajari melalui kondisioning klasik, mengindikasikan bahwa stimulus dapat
memicu respon emosional.

Clark Hull juga berkontribusi dalam behaviorisme dengan menekankan pentingnya kebutuhan biologis dalam memotivasi perilaku. Hull berargumen bahwa semua fungsi tingkah laku berorientasi pada pemenuhan kebutuhan biologis, yang menjadi dasar bagi stimulus dalam proses belajar. Edwin Guthrie memperkenalkan teori pembiasaan asosiasi dekat, yang menyatakan bahwa belajar terjadi melalui kombinasi rangsangan dan gerakan yang berulang. Ia membedakan antara gerakan (kontraksi otot) dan tindakan (kombinasi gerakan), serta menekankan pentingnya stimulus dalam membantu siswa belajar tanpa perlu pengulangan yang berlebihan. Secara keseluruhan, teori behaviorisme menolak pendekatan introspektif dan lebih memilih metode empiris untuk memahami perilaku manusia, dengan menekankan hubungan antara stimulus dan respon sebagai kunci dalam proses belajar.


4. Teori Belajar Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik adalah pendekatan yang menekankan pengalaman subjektif individu dan potensinya untuk berkembang, berbeda dari psikoanalisis dan behaviorisme yang lebih fokus pada alam bawah sadar dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki kesadaran diri, kebebasan memilih, dan kapasitas untuk tumbuh. Tokoh utama dalam psikologi humanistik, seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers, mengembangkan konsep aktualisasi diri dan terapi berpusat pada klien. Maslow menyusun hirarki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mencapai aktualisasi diri, sementara Rogers menekankan pentingnya lingkungan yang mendukung keaslian dan penerimaan tanpa syarat. Penelitian menunjukkan bahwa terapi berpusat pada klien efektif dalam psikoterapi, dengan hasil positif dalam membangun hubungan terapeutik. Selain itu, prinsip-prinsip humanistik juga diterapkan dalam pendidikan, mendorong pembelajaran terpersonalisasi yang meningkatkan motivasi dan kesejahteraan psikologis siswa, serta berkontribusi pada hasil belajar yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline