Lihat ke Halaman Asli

Yusril, Sinetron 'Chaos' Kejar Tayang

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Begitulah akibatnya jika semua profesi mau dirambah. Jadi politisi, jadi pengacara, jadi kiyai, jadi pengamat, jadi artis sinetron, semuanya sekaligus. Akhirnya jumpalitan, kaki jadi kepala kepala jadi kaki. Dalam artikelnya yang terakhir Yusril Ihza Mahendra (YIM) menyatakan kekhawatirannya akan masa depan bangsa ini. Katanya, tuntutannya tentang pileg/pilpres serentak tidak mendapat sambutan hangat dari MK, malah dikesampingkan. Padahal menurut YIM, jika pemilu masih dilaksanakan seperti yang lalu-lalu, maka negara akan 'chaos' karena proses seperti  itu tak punya dasar hukum,  inkonstiotusional, bertentangan dengan UUD 45.

Entahlah pula apa yang ada dibenak para politisi sekarang ini. Saling mengancam tak tentu juntrungan, bicaranya makin tak karuan. Kita-kita yang awam ini hanya mendengarkan sambil meraba-raba maksudnya, kadang-kadang terkejut kadang-kadang curiga. Pagi hari mereka bicara cerdas, sore hari tampil blo'on minta ampun!

Apa sebenarnya maksud YIM itu soal negara 'chaos'?. Bacanya keos bukan kaos, artinya pingsan. Ibarat manusia pingsan, tinggal matanya yang berkedip-kedip tetapi kesadarannya tak ada lagi.  Entah kemaluannya terbuka atau tertutup ia tak tahu. Didatangi ular ia diam, didatangi harimau ia diam, didatangi banjir pun ia diam akhirnya mati berbalut sampah. Negara chaos itu kurang lebih sama dengan Indonesia di era pra-kemerdekaan. Ada Jong Java, Jong Sumatera, Jong Minahasa, dll. Banyak orang berlalu-lalang pakai celana pendek usang.  Busung lapar merajalela. Tak ada pemerintahan, tak ada pegawai negeri, tak ada polisi dan hakim-hakim. Negara kosong tak bertuan. Harapan satu-satunya adalah lasykar-lasykar bertubuh ceking yang berseliweran sambil memegang  bambu runcing.....

Barangkali YIM punya pengertia lain dengan 'chaos'-nya itu, awak itu pakar hukum tata-negara.  Kita-kita yang awam ini tak mengerti detil-detil hukum tata-negara.  Kita hanya mampu mempersembahkan cinta kepada negeri ini, yaitu cinta yang sederhana. Dan dalam kesederhanaan itu, kita berharap agar para politisi lebih hati-hati dalam berkhayal. Jangan terlalu ambisius. Melalui artikel ini pula, penulis menyarankan kepada YIM agar memilih satu profesi saja. Jadi politisi atau jadi praktisi hukum, atau balik kampung ke Bangka-Belitung sana jadi petani seperti saya!

Itu baru hebat!

*****




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline