Lihat ke Halaman Asli

Telaah Assosiatif, jika Saya Pilot MH370

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By: Tengkubintang, mantan pilot pesawat domestik.

Saya menyebut uraian ini sebagai teori assosiasi, yaitu suatu pengandaian dengan memposisikan diri saya sebagai Captain Pilot pesawat nahas itu. Semua pilot komersil setidaknya memiliki reaksi yang sama jika sesuatu yang luarbiasa terjadi selama penerbangan. Semoga uraian ini berguna dan ada manfaatnya.

Sebelum naik ke pesawat, saya akan memeriksa flight-plan yang dibuat oleh Co-Pilot, untuk memastikan rute dan jam terbang yang dibutuhkan. Saya pun akan membaca dengan seksama ramalan cuaca sepanjang rute, termasuk kondisi cuaca ketika pesawat sampai di tujuan. Setelah semuanya clear, urusan-urusan pelayanan bandara clear, barulah saya berangkat.

Setelah pesawat take-off, hal pertama yang saya lakukan adalah menempatkan pesawat pata rute sesuai arah kompas, menuju tujuan, melewati titik pelaporan wajib pertama. Berbarengan dengan itu saya terus memonitor instrumen pesawat dari kemungkinan adanya gangguan pada bagian-bagian pesawat. Demikian pula keberadaan bandara terdekat selama penerbangan selalu saya plot dalam perencanaan, sebagai tempat pendaratan darurat jika sesuatu yang serius terjadi. Bahkan garis pantai termasuk titik pendaratan darurat yang saya rencanakan, manakala pesawat tak memungkinkan mencapai bandara terdekat sekalipun.

Sebelum menyeberangi Perairan Bangkok, saya akan melihat jam untuk memastikan waktu melewati titik tengah (point of no return). Jika sesuatu terjadi sebelum titik itu maka saya akan kembali, tetapi jika sudah melewatinya saya akan meneruskan penerbangan menuju bandara terdekat di daratan Vietnam.

Tiba-tiba sesuatu terjadi!

Posisi pesawat berada tepat di atas perairan Vietnam, 2 jam penerbangan dari Kualalumpur. Apa pun kejadian itu, hal pertama yang saya inginkan adalah mencapai Daratan Vietnam secepat mungkin, sambil berusaha mengatasi gangguan itu. Jika masih tersisa kesadaran, tindakan saya berikutnya adalah memberitahu pihak darat mengenai kesulitan yang saya hadapi.

Keadaan di luar masih gelap. Saya tak mungkin mendaratkan pesawat ini di atas permukaan laut. Secanggih apa pun pesawat itu, untuk mendarat, semua pilot melakukannya dengan mengandalkan penglihatan mata.

Misalkan ada seseorang memaksa saya berbelok ke suatu tempat? Saya akan memenuhinya, tetapi dengan berbohong. Kecuali seseorang itu adalah pilot juga yang paham instrumen pesawat, tak dapat dibohongi. Saya akan pura-pura berbelok dan menyatakan bahwa pesawat ini mengarah ke suatu tempat yang ia inginkan, padahal sesungguhnya tetap mengarah ke Vietnam. Meninggalkan rute ini sangat beresiko bagi saya, antara lain karena saya menginginkan Tim SAR segera menemukannya jika sesuatu terjadi.

Terdapat beragam alat komunikasi di pesawat ini. Saya punya banyak cara untuk memberitahu petugas daratan. Tak ada perlunya teroris mencabut kabel head-set saya, dan tak mungkin saya dihambat menekan tombol bicara, karena tombolnya ada pada tangkai kemudi yang saya pegang.

Analisa akhir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline