Lihat ke Halaman Asli

Resensi Buku: "Panggil Aku Kartini Saja" -Pramoedya Ananta Toer

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sastra menjadi kekuatan bagi mereka yang sama sekali tidak mempunyai kebebasan dan kekuasaan. Maka, hanya dengan mengarang lah Kartini bisa menunjukkan kekuatannya." - Pramoedya Ananta Toer. Pertama-tama, sebelum kita membahas buku ini lebih lanjut, kita harus terlebih dahulu mengerti kondisi sosial masyarakat saat itu yang jelas berperan mutlak dalam 'menciptakan' sosok Kartini. Kartini lahir di tahun 1879, di mana feodalisme dan kolonialisme begitu mengakar kuat di sistem masyarakat Hindia Belanda. Feodalisme ikut berperan menciptakan pola patriarki di hampir seluruh rumah tangga pribumi, dimana seorang pria menguasai kepentingan ekonomi, politik, bahkan sosial kaum wanita. Sedangkan kolonialisme berperan menciptakan perbudakan dan perendahan harga diri martabat sekaligus mental pribumi itu sendiri. 2 hal inilah yang mengasah pena tajam Kartini (tentang kolonialisme, ia sering menyebut kata 'rakyatku' di tiap tulisannya) hingga ia bisa menjadi seperti yang kita kenal sekarang. Pramoedya menulis biografi 'Panggil aku Kartini saja' antara tahun 1956-1961. Buku ini sebenarnya berjumlah 4 jilid. Sayang, setelah junta militer Soeharto berkuasa, 2 Jilid di bakar dan hanya dua jilid yang selamat. Saat Pram keluar dari penjara Buru, ia sudah tak bisa mengingat lagi isi buku dari dua jilid yang di bakar itu. Maka, penerbit Hasta Mitra hanya membukukan 2 jilid yang selamat. Buku ini berisi konflik pergumulan dalam keluarga bangsawan feodal Jawa yang berhasil di lukiskan oleh Pram dengan sangat baik (mungkin hampir sempurna). Ia tak sekedar melukiskan kisah romantisme seorang anak pingitan yang hendak bergumul melawan feodalisme dan patriarki melalui tulisannya, lalu akhirnya menyerah kalah dan mati (seperti kisah Kartini pada umumnya). Namun Pram juga berhasil menjabarkan pergulatan pemikiran si Tokoh, kenapa dan apa yang membuat bangsa (terutama kaum perempuan) bisa menjadi sebegitu rendahnya, lalu bagaimana Kartini menciptakan datangnya harapan akan sebuah perubahan. Di buku ini Pram juga menyempilkan kutipan surat menyurat antara Kartini dan sahabat-sahabat Belandanya. Pram menjelaskan: bahwa dunia barat tidak melulu buruk, karna bagaimanapun, barat lah yang yang menginspirasi perjuangan feminisme dunia. Pram juga menjelma menjadi seorang Sejarawan yang kredibel dengan data-data akurat dari surat kabar-surat kabar yang memuat tulisan-tulisan perlawan Kartini yang membuat gusar Gubermen Belanda. dan gaung dari surat-surat tadi menggema di dunia berkat sahabat-sahabat belandanya (salah satunya Estelle Zeehaandeelar). Di Bab I, Pram menuliskan sejarah bangsa Jawa dengan pola Materialisme Historis. Dimana leluhur-leluhur yang semakin miskin akibat kolonialisme, perubahan-perubahan yang terjadi setelah lahirnya golongan liberal, harapan-harapan di masa mendatang akan hadirnya sosialisme dan di tutup dengan sejarah pribadi keluarga Tjondronegoro. Di Bab ke II, Pram mulai 'memasuki' rumah keluarga bupati Jepara di distrik Mayong. Mulai dari kelahiran Kartini, pengasuh-pengasuh masa kecilnya, saat-saat Katini mulai bersekolah sampai saat-saat Kartini merasakan 'pingitan'. DI Bab ke III, Pram menjabarkan kepada kita dunia pribumi di mata Kartini. Dimana hanya ada kemelaratan dan kemiskinan yang ia saksikan di luar rumahnya. Di Bab ke IV, 'Kelahiran' Kartini, dimana ia mulai mempelajari keunggulan dunia barat, terutama paham liberalisme yang berakar dari Revolusi Prancis. Di sini Pram juga menjelaskan bagaimana mata Kartini menjadi terbuka atas penderitaan rakyatnya melalui harian milik Raden Tirto Adi Suryo dan novel 'Max havellar' karya Multatuli. Bab ke V, dengan data-data yang ia kumpulkan dengan teliti,Pram menyajikan kepada kita info menarik antara Kartini dengan kebudayaan (seni lukis, ahli batik Jepara, musik,dan seni kepengarangan). di bab ini, tulisan-tulisan Kartini semakin  banyak ia cantumkan. Di Bab terakhir, inilah yang mungkin tak akan pernah bisa kita temukan di buku lain yang juga membahas Kartini. Pram dengan lugas membahas tentang kondisi kejiwaan Kartini, sinkretisme yang masih keras, Kartini dan Tuhannya, egoisme sebagai antipodacinta, dan beakhir dalam observasi dan intelegensia seorang Kartini. Akhirnya buki ini bukanlah sekedar biografi yang dituliskan dengan runut dan biasa, tapi buku ini adalah sebuah sastra perlawanan yang bisa menyadarkan pembaca akan jalan pikiran Kartini dan perjuangan apa saja yang ia lakukan demi 'kemerdekaan' kaum perempuan Indonesia. demi kalian, wanita-wanita zaman ini. Mengutip kata-kata Kartini: 'Aku yang tiada mempelajari sesuatupun,tak tahu sesuatupun,berani-beraninya hendak ceburkan diri ke gelanggang sastra!Tapi bagaimanapun,biarlah kau tertawakan aku,dan aku tahu kau tak berbuat begitu,gagasan ini takkan lepas dari genggamanku. memang ini pekerjaan rumit,tapi barang siapa tidak berani,dia tak bakal menang. Itulah semboyanku! Maju! Semua harus di lakukan dan dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!" "Sebagai pengarang,aku akan bekerja secara besar-besaran untuk mewujudkan cita-citaku, serta bekerja untuk menaikkan derajat dan peradaban rakyat kami." - R.A Kartini. Judul buku : Panggil Aku Kartini Saja Genre: Non Fiksi Penulis: Pramoedya Ananta Toer Penerbit: Nusantara , 1962 Cetakan : Cetakan Pertama. Tebal buku: 109 halaman. Maret 2014. Dipantara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline