Lihat ke Halaman Asli

Sabda13

Tertutup | Mahasiswa

Invasi Turki ke Kurdi, Perlukah Indonesia Menirunya untuk Papua?

Diperbarui: 25 Oktober 2019   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa papua menari di depan Istana Negara, sumber : kompas.com

Rakyat papua mempunyai banyak cerita dalam memisahkan diri dari Indonesia. Gerakan yang menginginkan kemerdekaan tersebut menggunakan banyak cara, entah merusak fasilitas umum, membunuh warga sipil tidak bersalah atau tindakan anarkis lainya. Yang membuat warga Indonesia makin geram adalah disaat kelompok kontra-pemerintah tersebut menyentuh daerah sensitif umat Islam. Sehingga munculnya sebuah wacana gerakan "jihad" untuk melakukan tindakan balas dendam.

Daerah paling Timur tersebut dikenal sebagai wilayah pertama Indonesia yang bebas dari penjajahan Belanda. Lalu memilih untuk mengikuti negara Indonesia ketika nusantara lainnya sudah merdeka. Dan sekarang, Papua justru mengulang perjuangan pejuangnya dulu untuk menuntut kemerdekaan kedua kalinya.

Bukan suatu yang baru apabila wilayah perbatasan dalam sebuah negara sering berkonflik dengan pemerintahan pusatnya sendiri. Merasa dianak tirikan membuat mereka ingin membuktikan bahwa pemerintahan salah telah melupakan mereka.  Dan membuktikkan tanpanya mereka bisa sejahtera.

Seperti suku Kurdi di Timur tengah yang terpecah di antara perbatasan Turki, Suriah dan Iran. Mereka saling bersatu untuk lepas dari negara yang memisahkan, hal ini difaktori bagaiman negara yang melindungi mereka justru lebih sibuk dengan urusan pusatnya.

Turki sebagai negara yang memiliki penduduk Kurdi paling banyak memilih melakukan diplomasi persuasif. Banyak cara yang telah dilakukan dengan kemudahan distribusi sandang dan pangan, pembanguna fasilitas dan memasukkan bahasa Kurdi sebagai mata pelajaran pilihan di sekolah. Namun, semuanya justru dibalas dengan perlakuan Kurdi yang masih keras kepala memegang prinsipnya untuk tidak pro-Turki.

Hal ini sama dengan apa yang dilakukan oleh Indonesia, diplomasi persuasif sudah menjadi pilihan sejak lama dalam mempertahankan Papua. Fasilitas di Papua mulai diperhatikan, dana pendidikan difokuskan dan merilis mata uang nasional dengan wajah pahlawan Indonesia yang berasal dari Papua.

Tidak hanya itu, sudah banyak wakil pemerintahan Indonesia datang ke Papua untuk bernegosiasi, bahkan Presiden datang untuk mendengar langsung aspirasi rakyat Papua. Beberapa anak Papua juga dilibatkan untuk menjadi bagian dari pemerintahan pusat Indonesia sebagai jembatan masyarakat di timur dengan wilayah diluarnya. Yang terbaru adalah wacana Presiden Jokowi membangun istana negara di Papua.

Mirisnya, semuanya tidak mendapat respon positif bagi geraka papua merdeka. Mereka teguh dengan keinginannya seperti Suku Kurdi. Diplomasi persuasif Indonesia bisa dibilang jalan di tempat atau berpengaruh sedikit bagi kelompok yang ingin memisahkan diri. Mungkinkah pemerintahan Indonesia mengambil jalan invansi untuk Papua seperti halnya Turki atas Kurdi ?

Jika dilihat, persenjataan kelompok pemberontak tak akan sebanding dengan senjata TNI kita. Selain itu, dengan adanya invasi, bisa saja negara-negara yang ikut mempengaruhi Papua untuk berpisah muncul dari permukaan membela Papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline