Lihat ke Halaman Asli

Akankah Terjadi "Mosi Tidak Percaya" Terhadap Jokowi?

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gerakan rakyat mendukung KPK melawan "kriminalisasi" KPK semakin gencar dan mengkhawatirkan kondisi pemerintahan Jokowi-JK. Tanda-tanda kekhawatiran ini bisa dilihat dari respon mansyarakat yang semakin lama semakin membesar pengaruhnya hingga ke daerah-daerah,terutama akademisi di Perguruan Tinggi ternama sudah mulai mengambil sikap atas berbagai pernyataan yang dikeluarkan oleh pihak Pemerintah. Rata-rata mereka menentang sikap Jokowi yang masih "adem-ayem" saja dalam mengambil tindakan dan juga menyerang balik para pembantu Presiden seperti Menkopolhukam Tedjo Edhy yang pernyataannya membuat marah rakyat yang mendukung KPK.

Pemerintahan Jokowi-JK bila tidak bisa mengatasi konflik "KPK vs POLRI" ini bisa saja berujung pada mosi tidak percaya dari rakyat ; Karena selama ini KPK dianggap sebagai intitusi pemberantasan korupsi yang paling kredibel dan terbukti menyikat koruptor dari kalangan pejabat tinggi penyelenggara negara. Berbeda dengan institusi penegakan hukum seperti POLRI & Kejaksaan yang selama beberapa dekade oleh sebagian besar rakyat indonesia dianggap tidak mempunyai prestasi dalam menyikat pejabat tinggi penyelenggara negara. Kedua institusi tersebut malah dianggap sebagai "sarang" kejahatan korupsi,karena sudah cukup banyak oknum-oknum POLRI dan Kejaksaan dengan pangkat Jenderal dan Jaksa Agung Muda menjadi terpidana korupsi hasil kerja keras institusi KPK.

Gerakan "mosi tidak percaya" dari rakyat mulai terlihat dari bagaimana sikap para politisi Koalisi Merah Putih dan Partai Demokrat dibawah kendali mantan presiden SBY sengaja "tutup mulut" dan "membiarkan" Jokowi dan para partai pendukungnya belepotan mengatasi masalah konflik "KPK vs POLRI" ini. Mereka sengaja diam karena tahu persis bahwa akan menjadi "sasaran tembak" relawan Jokowi yang sangat menguasai medan sosial media bila "menyerang" Jokowi atau terlihat "berpihak" kepada kebijakan Jokowi yang tidak populer seperti pencalonan Kapolri ini. Sikap "diam" mereka bukan berarti mereka tidak berbuat apapun,sebab sudah mulai terlihat bagaimana massa anti Jokowi waktu Pilpres 2014 sudah mulai mengungkit-ungkit siapa Jokowi sebenarnya. Publik bisa melihat dan membaca semua komentar di media online,bahwa Jokowi sudah dianggap berbohong kepada rakyat (Boleh Bohong asal Santun), Jokowi adalah "boneka" Megawati Soekarnoputri, dsb. Gerakan agar Jokowi "melawan" Megawati dan Surya Paloh bisa jadi merupakan bagian aksi untuk membenarkan opini bahwa Jokowi adalah "boneka" Megawati. Politik memang kadang tidak pernah terlihat,tetapi mempunyai tujuan untuk menggulingkan kekuasaan bila ada peluang.

Permainan cantik politisi Koalisi Merah Putih yang memberi "tiket" pencalonan Komjen Pol.BG sebagai Kapolri yang disodorkan oleh Jokowi juga diduga oleh banyak pengamat sebagai bagian strategi untuk membuat Jokowi dan partai pendukungnya masuk dalam pusaran melawan kehendak rakyat. Dengan pengalaman berpolitik dan "jam terbang" di pemerintahan,para politisi KMP sudah merasakan bagaimana mereka dulu diserang habis-habisan ketika terjadi peristiwa "Cicak vs Buaya" dulu dan berbagai peristiwa yang akan 'mengkriminalkan" KPK ketika itu. Oleh karenanya,meloloskan dan memberi "dukungan" kepada Jokowi adalah permainan politik yang sangat cantik. Jokowi akan digiring untuk melawan relawannya sendiri yang selama ini diketahui tokoh-tokohnya kurang lebih sama dengan tokoh-tokoh yang membela KPK ketika terjadi "kriminalisasi" KPK dulu.

Seandainya pun Jokowi "lolos" dari masalah ini,entah dengan ketegasannya atau dengan "kecerdikan" nya sebagai politisi yang sedang naik daun (dan kemungkinan ini sangat kecil sekali,mengingat Jokowi sekarang secara fakta memang diketahui hidup dibawah bayang-bayang "apa kata" Megawati Soekarnoputri) ; Imej Jokowi sebagai pemimpin yang berintegritas dalam mengedepankan kepentingan rakyat Indonesia serta tegas dan jujur sudah pudar dan jatuh pamornya. Ini bisa terlihat bagaimana rakyat Jakarta sudah tidak antusias mengelu-elukan Jokowi ketika melakukan "blusukan" dengan bersepeda di bundaran HI maupun ke waduk Pluit dan Tanah Abang. Cibiran sebagai presiden "boneka" Megawati sudah terlanjur menempel di diri seorang Jokowi.

Jokowi sudah menyia-nyiakan kesempatan emas pemerintahannya selama 100 hari pertama untuk membuktikan dirinya bukan "boneka" seperti yang dituduhkan di Pilpres 2014 yang lalu. Memang sangat disayangkan,tetapi apa daya "nasi sudah menjadi bubur"....!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline