Lihat ke Halaman Asli

Lembaran Cinta

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Nak, semoga engkau bahagia. Ayah hanya mampu menitipkanmu pada-Nya. Dan ayah bahagia”,

Malam itu, kata yang terucap begitu haru. Bulir air mata jatuh tak tersadar dari seorang gadis.

Bibirnya basah mengucap, “astagfirallah”

Dirinya mengenang masa-masa indah, tapi air itu jatuh kembali dari mata sipitnya. “maafkan aku, hingga kini belum memenuhi impian sederhanamu”

Sepertinya ada ribuan penyesalan dalam diri Zila, gadis itu.

***

“Bu, Zilla ingin melanjutkan pendidikan yang sempat tertunda”, mohon Zila kepada ibunya. hatinya memang bimbang meninggalkan ibunya.

“Ibu mengijinkan, asal Zilla baik-baik dan sehat”, ijin ibunya.

“ibu?”, tak sempat Zilla melanjutkan. Ibunya tahu akan ke khawatiran putrinya. “Nak, nanti kamu akan menjadi seorang istri dan ibu. Ilmu itu penting.”, ucap ibunya.

Zilla sadar meskipun ibunya meyakinkan, dibalik kalimat itu ibu menyimpan air mata.

“Maafkan Zilla atas segala kesalahan-kesalahan, ampuni Zilla bu. Do’akan Zilla untuk lebih bertanggung jawab atas amanah-amanah”,

“tentu nak, tanpa Zilla meminta ibu selalu mendo’akan. Sekarang hanya dirimu yang harus membuktikan supaya Alloh kabulkan setiap do’a ibu”,

Zilla memeluk ibu. Tiba-tiba ibu menangis, setiap tetesan itu, hati Zilla sesak, dipenuhi penyesalan kesalahannya di masa lampau.

“ibu, maafkan Zilla”, gumamnya.

Sepertiga malam,

Rabbana, Engkau tahu apa yang aku lakukan. Hingga penyesalan ini sangat menyesakkan. Ampuni aku. Jadikan aku lebih baik dari kemarin. Dan aku pasrahkan hanya pada-Mu. Cukupkan pikiran, hati dan hidupku ini hanya untuk-Mu. Hanya untuk-Mu.

Bahagiakan ayah, bahagiakan ibu. Ampuni aku atas setiap kesalahan yang membuat mereka kecewa. Ampuni.

Hari-hari ini memang sangat berat bagi Zilla, bahkan sebagai manusia. Ia pernah bertanya kemana arah hidupnya nanti?

Menata kembali diri dan hidupnya, untuk saat ini jadi pilihan terbaik. Entah kesalahan apa yang membuatnya seakan terbebani dalam melangkah?

***

Sungguh aku menyerah pada-Mu.

Zilla menangis, “Cukup…cukup.. kesombongan kemarin harus ditinggalkan”

“Siapa aku? Rabbana”, tertunduk duduk Zilla melemah.

Hatinya, “Ibu maafkan aku… ayah maafkan aku..”

Zilla bingung, ada kesalahan yang tak terungkap. Ia takut. Tapi sebenarnya sangat ingin jujur pada ibunya, dan mohon maaf atas kesalahan yang diperbuatnya. Hanya ia tidak mau ada air mata menetes dari pelupuk mata ibunya.

“Rabbana, Engkau tahu yang ada dihati ini.”, batinnya.

Benar-benar, kembali menata diri dan memutuskan untuk kembali pada-Nya. Zilla memang sangat tertekan. Untuk menebus setiap kesalahannya, ia pasrahkan bekarya kembali. Harapannya dengan ini, ia mampu menghias wajah ibunya penuh dengan senyuman.

Dipersimpangan ia menentukan arah langkahnya, memenuhi diri dengan komitmen yang kuat menjadikan diri lebih baik. Zilla teringat akan amanah ayahnya, dia harus mengembalikan itu.

“Nak, mau kemana?”

“ke Bandung, bu”,

“Oia sekalian Zilla mau mengurus pendaftaran kuliah disana. Do’akan Zilla.

Sepulang dari kampus tempat ia nanti akan menyelesaikan pendidikannya. Langsung segera mencari rumah seseorang. Ia harus segera bertemu, mengantarkan amanah ayahnya. Uangnya sudah mau habis, ia jalan mengelilingi komplek perumahan yang sangat luas. Belum juga sampai ke alamat yang dituju, hari semakin sore… perutnya yang sejak tadi bunyi, dielukan. Pikirannya hanya dipenuhi, harus segera menyerahkan amanah dari ayahnya. Samping jalan ia duduk dalam lemas. –bersambung

Siapakah orangyang harus ditemui Zilla?

Dan apa yang harus disampaikan Zilla?

In syaa Alloh besok dilanjutkan, kisahnya akan membuat bahagia dan cemburu. ^_^




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline