Pemilu tahun 2024 akan segera disongsong oleh seluruh warga negara indonesia sebagai suatu haknya untuk memegang nilai sila ke-4 dari pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan yang berkeadilan sehingga tercapai suatu nilai demokrasi yang krusial bagi bagaimana kita akan berjalan ke depannya dengan sosok pemimpin yang kita pilih.
Momen pemilu 2024 ini juga tidak terlepas dari betapa pentingnya peranan para pemuda indonesia untuk mencapai bonus demografi yang akan segera hadir secara lebih produktif. Berdasarkan data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Indonesia berisi sekitar 70% orang-orang muda yang berada pada usia produktif atau bisa dibilang sebagai generasi angkatan kerja. Ini menandakan bahwa dalam pemilu tahun 2024 nanti kebanyakan pemilih adalah mereka yang baru mencapai usia dimana mereka memperoleh hak untuk mengambil partisipasi dalam perhelatan demokrasi yang krusial di Indonesia atau bisa disebut juga sebagai para pemilih pertama.
Sebagai para pemilih pertama mereka pastinya perlu mengenali terlebih dahulu bagaimana calon yang akan terpampang dalam kertas pemilihan itu benar-benar secara objektif sesuai dengan apa yang mereka citakan.
Hal ini pun akan semakin dikembangkan melalui saran literasi digital yang juga semakin digalakkan dalam lini kehidupan masyarakat Indonesia.
Namun, selain kemampuan literasi para pemuda Indonesia juga harus memiliki kemampuan kritis untuk menelaah beragam informasi bukan hanya bergantung pada tanggapan orang komunal tapi berdasarkan objektivitas yang mereka temui.
Orang muda di era ini dirasa cenderung memiliki sikap yang acuh tak acuh dengan hal-hal yang berbau politik dan lebih memilih meniti karier mereka secara intensif sehingga tak sedikit juga yang seringkali tak tahu menahu mengenai keadaan politik di Indonesia sekarang ini.
Selain sikap acuh tak acuh, para pemilih muda juga mudah sekali terintervensi dengan buaian-buaian manis dari tanggapan orang lain sehingga mereka terjebak dalam suatu kondisi yang disebut oleh Nietzsche sebagai kepercayaan akan realitas yang paradoksal.
Manusia terutama orang muda seringkali takut untuk mengambil suatu langkah jika tidak ada yang mengambil langkah pertama dalam melakukan sesuatu.
Maka dari itu mereka cenderung bergantung pada orang lain yang mereka anggap tidak memiliki suatu kekurangan apapun untuk menjalani hidup mereka.
Semisal saja banyak yang percaya bahwa Einstein adalah ilmuwan hebat yang penelitiannya sangat baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, tapi bagaimana jadinya jika ternyata didapat bukti bahwa apa yang selama ini diteliti oleh Einstein itu tidak terbukti kebenarannya atau malah tergantikan oleh suatu kebenaran lainnya maka kepercayaan kita itu akan runtuh seketika dan membuat sejumlah orang yang percaya kepada kebenaran dari Einstein kehilangan pegangan mereka untuk melangkah secara pasti ke langkah berikutnya.