Masyarakat kita seperti halnya orang asia pada umumnya mempunyai makanan pokok berupa nasi. Berbeda dengan orang Eropa yang menjadikan gandum atau roti sebagai makanan pokoknya. Nasi sendiri sudah menjadi kebutuhan pokok berabad-abad lamanya. Hal ini menjadikan nasi tidak bisa lepas dari orang Indonesia.
Makanan Zaman Penjajahan Dulu
Zaman kolonial dulu adalah zaman yang paling menyedihkan bagi bangsa Indonesia. Semua hasil bumi dan sumber daya alam kita diangkut ke negeri penjajah. Praktis kita sebagai bangsa pribumi pemilik negeri ini tersingkirkan dan ditindas. Semua dibawa. Tidak ada sandang dan tidak ada pangan. Untuk bertahan hidup bangsa kita makan seadanya, bonggol batang pisang, thiwul, hingga jagung dan bulgur. Keadaan masyarakat kita waktu itu kurus kering kekurangan gizi.
Dapat dikatakan karena suatu kondisi tertentu dapat merubah pola dan pandangan masyarakat bahwa bahan makanan pokok tidak hanya beras. Beras bukanlah satu-satunya kebutuhan pokok. Kita bisa menggunakan apa saja selain nasi, asal mencukupi kebutuhan gizi tubuh kita. Selain beras bisa saja menggunakan jagung, sagu, gandum, dan sebagainya.
Kalau bukan nasi, belum makan.
Ketergantungan masyarakat terhadap beras sangat tinggi. Sejak zaman orde baru dicanangkannya swasembada pangan, pada akhirnya negara kita melimpah pangannya bahkan bisa sampai eksport ke luar negeri. Indonesia menjadi negara agraris nomor satu di asia tenggara. Untuk kebutuhan pokok tersebut beras menduduki tempat tertinggi dalam pola fikir masyarakat kita. Hal itu kemudian membentuk sugesti bahwa makan pokok ya nasi.
Selain nasi itu dianggapnya bukan makan, tetapi hanya sebuah jajanan ringan saja. Sugesti itu pun tertanam kuat dalam pola fikir masyarakat. Hingga suatu hari jika dalam sebuah pertemuan diberi hidangan jagung atau ketela jika dimakan sampai kenyang pun belum merasa sudah makan. Begitu pula ketika penulis menyuguhkan hidangan roti bakar hangat. Belum merasa puas ketika belum makan nasi. Beberapa saat kemudian tetap mencari sarapan nasi.
Nilai gizi yang seimbang
Kebiasaan yang diakukan setiap hari selama ini membuat sugesti dalam fikiran tertanam kuat. Sulit dilakukan untuk merubahnya karena sudah menjadi kebiasaan. Mendarah daging. Benarlah ketika penulis menghidangkan sarapan dengan roti, mereka hanya menganggap itu adalah sebuah cemilan semata. Cemilan teman minum kopi. Sebenarnya yang menjadi patokan adalah nilai dizi yang dikandungnya. Kandungan gizi yang seimbang yang dibutuhkan oleh tubuh. Yaitu kecukupan karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Dengan begitu sebenarnya makanan pokok tidak harus nasi, yang penting adalah kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Nah, karena itu yuk kita sarapan roti bakar.....
Penulis KBC-50 Teguh Wiyono
Kompasianer Brebes