Lihat ke Halaman Asli

Penggunaan Imbuhan Kata yang Sampai Saat ini Salah Kaprah

Diperbarui: 4 Maret 2018   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: imagemag.ru

Suatu kata akan lebih bermakna apabila telah mendapat imbuhan. Banyak sekali jenis imbuhan, mulai dari awalan, sisipan dan juga akhiran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia imbuhan adalah bubuhan (yang berupa awalan, sisipan, akhiran) pada kata dasar untuk membentuk kata baru; afiks.

Proses sebuah kata diberi imbuhan dinamakan afiksasi. Misalkan ada sebuah kata 'kerja'. Apabila diberikan imbuhan berupa awalan be- akan menjadi bekerja dan lain sebagainya.

Pada hakikatnya, berdasarkan letak imbuhan terdiri dari 3 macam, yaitu awalan (me-, di-, pe-, be-, se-, ke-, ter-), sisipan (-el-, -er-, -em-, -in-), akhiran (-i, -kan, -nya) dan ada juga awalan disertai dengan akhiran (ke-an, pe-an).

Imbuhan tersebut seringkali digunakan dalam bahasa resmi kenegaraan yaitu bahasa Indonesia. Tetapi pada kenyataannya, saat ini masih banyak orang yang salah menggunakan imbuhan tersebut.

Misalkan pada kata 'legalisir', kata tersebut sudah salah kaprah. Karena pada dasarnya imbuhan berupa akhiran -ir itu tidak ada dalam kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Lebih tepatnya menggunakan kata 'legalisasi'. Masyarakat Indonesia terbiasa menggunakan 'legalisir' sehingga kata tersebut seakan-akan sudah benar dalam kaidah berbahasa Indonesia.

Tidak hanya itu, sekarang banyak orang mulai memasukkan bahasa daerahnya kedalam bahasa Indonesia seperti penggunaan kata 'kayak' dalam lingkup resmi maupun keseharian menggunakan bahasa Indonesia.

Penggunaan kata seperti itu seharusnya harus diminimalisasi, karena kalau terbiasa menggunakan tata berbahasa yang salah akan menjadi kebiasaan. Lebih baik menggunakan bahasa Indonesia yang benar meskipun itu masih grogi, tertatih-tatih.

Sebagai seorang pemuda, kita harus membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar agar tidak menjadi kebiasaan pada generasi berikutnya.

Mengangkat budaya bahasa daerah memanglah baik, tetapi untuk proses agar bahasa daerah agar menjadi bahasa resmi kenegaraan itu juga melalui proses adaptasi yang lama dan juga tidak semua bahasa daerah dapat diterima pada bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.

Semoga bermanfaat. :)

Jangan lupa berikan komentar Anda terkait artikel ini. Saran dan kritik sangat dibutuhkan bagi penulis.

Terima kasih.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline