Lihat ke Halaman Asli

Grasi Ola Mengapa Harus Diributkan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi publik diributkan dengan polemik grasi untuk terpidana narkoba. Meirika Franola alias Ola, terpidana Narkoba,  oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diberi grasi pengurangan hukuman mati. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD langsung berkomentar bahwa ada peran mafia narkoba yang bisa menembus jaringan Istana Negara yang menjadi muasal grasi itu muncul. Menurut Mahfud, pemberian grasi untuk Ola tidak memiliki dasar yang kuat.

Sementara praktisi hukum Todung Mulya Lubis mengatakan grasi untuk Ola diberikan karena pemerintah Indonesia telah menandatangi moratorium pengurangan hukuman mati bersama 140 dari 163 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurutnya mayoritas negara telah menghapus hukuman mati. Indonesia sendiri masih moratorium hukuman mati. Hukuman itu masih ada tapi tidak dilakukan.

Pemberian grasi Ola membuktikan keseriusan pemerintah mentaati moratorium yang menjadi kesepakatan internasional. Selain itu, grasi Ola juga memperlihatkan pemerintah berusaha menyelamatkan WNI di luar negeri dari hukuman mati. Penyelamatan tersebut dilakukan dengan menunjukkan Indonesia mengurangi hukuman mati kepada dunia internasional.  Membela WNI yang diancam hukuman mati sulit dilakukan kalau kita masih memberlakukan hukuman itu. Kasus terakhir yang terungkap di media, sebanyak 10 warga negara Indonesia (WNI) di Sabah, Malaysia terancam hukuman mati karena tersangkut kasus besar. Konsul Jenderal RI Sabah Soepeno Sahid di Kota Kinabalu menyebutkan kesepuluh WNI tersebut saat ini sedang menjalani proses hukum di Mahkamah Negeri Sabah.

Kembali ke soal hukuman mati, Presiden telah memerhatikan pertimbangan penyelamatan WNI dari hukuman mati. Sebab itu, Presiden tidak bersalah memberikan grasi Ola. Pemerintah telah memperhatikan kondisi hukum dalam dan luar negeri dalam mempertimbangkan grasi terpidana narkoba itu.

Kasus grasi terpidana Narkoba memang menjadi perdebatan hebat karena ancaman Narkoba yang begitu besar terhadap generasi muda suatu bangsa. Di sisi lain hampir semua negara di dunia telah menandatangani konvensi untuk menghapuskan hukuman mati terhadap terpidana kasus apapun termasuk Narkoba. Pertanyaannya adalah jika di dunia internasional tidak terjadi perdebatan lalu mengapa di dalam negeri harus diributkan? Padahal di forum internasional Indonesia masih mempunyai catatan kurang bagus dalam penegakan HAM. Begitu negara ingin memperbaiki recordnya sesuai dengan tuntutan banyak pihak lalu mengapa hal ini dipersoalkan. Sebuah sikap yang kontradiktif dan tidak konsisten.

Terlebih lagi banyak WNI yang terancam hukuman mati karena berbagai kasus di negara lain dan sudah menjadi kewajiban negara sesuai amanat konstitusi untuk melindungi segenap warga negaranya dimanapaun berada. Upaya pemberian grasi dan penghapusan hukuman mati akan berdampak ganda bagi kepentingan nasional, perbaikan citra penegakan HAM dalam kancah Internasional dan menyelamatkan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline