Secara administratif, Purwodadi merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten kecil di sebelah timur Kota Semarang yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 1,4 Juta jiwa. Dengan luas wilayah 2.024 Km2 namun pengelolaan SDA dan kualitas SDM yang belum maksimal, banyak masyarakatnya hanya menjadi petani ataupun kuli proyek.
Banyak orang yang lebih mengetahui Purwodadi daripada Kabupaten Grobogan. Meskipun Purwodadi hanyalah sebuah kecamatan saja akan tetapi namanya lebih familiar di telinga masyarakat. Namun tak jarang juga orang dari luar Purwodadi yang tidak mengetahui kabupaten satu ini. Sehingga banyak orang Purwodadi mengaku bahwa mereka berasal dari Semarang apabila ditanya alamatnya.
Pantas saja, karena bahkan tak ada keistimewaan satu pun dari kabupaten ini. Bentang alam yang biasa saja, tata letak kota yang begitu sederhana, dan juga makanan khas yang bahkan juga banyak ditemui di daerah lainnya. Sehingga wajar saja apabila banyak orang yang tidak mengetahui kabupaten ini. Meskipun memiliki tugu simpang lima yang ikonik dan swieke kodok yang memanjakan lidah tapi tetap saja tak dapat mengubah perspektif orang tentang kabupaten ini.
Pemerintah Kabupaten Grobogan telah menggelontorkan dana investasi dibeberapa sektor terutama industri pabrik. Dengan harapan akan meningkatkan pendapatan daerah ataupun kesejahteraan masyarakatnya.
Namun hal tersebut juga seakan membuat masyarakat Purwodadi hanya menjadi pekerja pasif. Pekerja pasif disini memiliki arti bahwa masyarakat hanya menjadi budak korporat bagi industri tersebut yang mana upah tidak sebanding dengan kinerjanya.
Masyarakat hanya bekerja sesuai dengan perintah atasannya dan tidak dapat mengembangkan skill serta pengetahuannya. Dengan begitu kualitas SDM menjadi stagnan dan akan berjalan seperti itu secara turun temurun.
Selain menjadi pegawai pabrik, masyarakat Purwodadi juga sangat terkenal kepiawaiannya di bidang infrastruktur. Bidang infrastruktur disini bukanlah menjadi seorang arsitek ataupun pegawai KEMENPUPR, akan tetapi menjadi seorang kuli proyek.
Memang kuli proyek bukanlah sebuah pekerjaan yang dapat dipandang sebelah mata. Jika Etnis Tionghoa terkenal banyak mendirikan sebuah perusahaan, orang Madura yang memiliki toko kelontong 24 jam, dan orang Padang yang mendirikan rumah makan di seluruh penjuru nusantara. Begitu pula masyarakat Purwodadi, yang menjadi kuli proyek dimanapun ada proyek pembangunan.
Tak hanya di kota besar saja, pembangunan di daerah terpelosok pun dapat dipastikan ada salah satu personil kuli yang berasal dari Purwodadi. Orang Purwodadi seakan sudah berteman akrab dengan semen, pasir, dan batu bata sedari balita. Bahkan bisa dikatakan air acian telah mengalir deras di pembuluh darahnya. Kawat dan besi sudah menjadi makanan sehari-harinya.
Argumen mengenai orang Purwodadi menjadi penguasa kuli di Indonesia bukan hanya sebuah omong kosong belaka. Hal ini saya dapatkan saat berbincang dengan salah satu kuli bangunan saat sedang menepi di sebuah angkringan di sudut kota Jogja.