Kedekatan amplop dengan dunia pers yang melahirkan jurnalis, wartawan, atau pewarta tidak ujug-ujug muncul pada hari-hari ketika pers bergeser peran dari semula sebagai alat perjuangan menjadi mesin industri.
Romantisme di ruang gelap sejarah pers itu dicermati tanpa rikuh oleh tim produksi film Ca-bau-kan (2002) -- diangkat dari novel Ca-Bau-Kan: Hanya Sebuah Dosa karya wartawan seniman Remy Silado.
Lebih tegas, wartawan Rosihan Anwar semasa hidup berani menyatakan amplop tidak diharamkan, selain karena wartawan menurut dia memang bukanlah malaikat.
Dalam buku Profil Wartawan Indonesia" (1977), Rosihan Anwar menyebut, amplop untuk wartawan dimulai di zaman Orde Lama. Ketika itu seorang pengusaha Teuku Markam asal Aceh iba melihat kehidupan wartawan yang tampak susah. Dia pun memberi transport kepada wartawan yang datang mewawancarainya. Sejak itu ada istilah "transport wartawan".
Saat ini hampir semua instansi pemerintah menyediakan khusus "transport wartawan".
Sayangnya pada lini kehidupan pers yang, jika meminjam kredo meme pasangan capres "Nurhadi-Aldo", kondisinya sudah tronjal-tronjol tetapi wartawan masih 'sok asik'. Wagu bin ambigu. Lebih konyol lagi, relatif munafik ketika membahas amplop.
Padahal tidak ada satupun pasal di UU Pers melarang setiap wartawan menerima amplop serta sanksinya. Yang ada adalah "imbauan", agar wartawan sebaiknya menolak suap.
Tiba-tiba saya membayangkan, ketika pers Indonesia lahir di tengah kecamuk perang kemerdekaan. Para pemuda saat itu mendirikan Kantor Berita ANTARA pada 13 Desember 1937.
Mereka antaranya Soemanang (29), AM Sipahoentar (23), Adam Malik (20), dan Pandu Kartawiguna, yang usianya tidak tercatat di contekan digital saya; mesin pencari Google.
Setahun kemudian, Adam Malik berusia 21 tahun ketika dia diminta mengambil alih pimpinan ANTARA. Dia menjadi orang penting yang memberitakan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tamggal 17 Agustus 1945.
***
Omong-omong soal amplop, yang masih dianggap tabu dan abu-abu, The History of Envelopes karya Maynard H Benjamin menukil amplop yang sudah digunakan bangsa Babilonia sejak 2000 tahun sebelum masehi.