Sistem proposional pemilihan umum adalah suatu sistem yang digunakan dalam pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif, yang diadopsi oleh beberapa negara di dunia.
Dalam sistem ini, masing-masing partai politik mengajukan sejumlah calon anggota legislatif yang akan diusung dalam pemilihan umum. Pemilih kemudian memilih salah satu calon dari partai politik yang diusungnya atau dari partai politik lain.
Sistem proposional pemilihan umum biasanya diterapkan dalam sistem parlementer, di mana anggota legislatif yang terpilih akan membentuk parlemen dan menjadi anggota dari partai politik yang diusungnya.
Sistem ini memungkinkan terbentuknya koalisi partai politik, di mana partai-partai politik yang tidak memenangkan mayoritas kursi dalam pemilihan umum bisa bergabung dengan partai politik yang memenangkan mayoritas kursi untuk membentuk pemerintahan koalisi.
Salah satu keuntungan dari sistem proposional pemilihan umum adalah memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.
Hal ini memungkinkan terjadinya kompetisi yang sehat antar partai politik dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Sistem ini juga memungkinkan terbentuknya parlemen yang representatif, di mana anggota parlemen yang terpilih merupakan wakil dari berbagai kelompok masyarakat di negara tersebut.
Namun, sistem proposional pemilihan umum juga memiliki beberapa kelemahan. Misalnya, terkadang membutuhkan waktu yang lama untuk terbentuknya pemerintahan koalisi setelah pemilihan umum, karena partai politik harus mencapai kesepakatan untuk bergabung dalam koalisi. Selain itu, sistem ini juga bisa menghasilkan parlemen yang tidak stabil, karena kemungkinan terjadinya perpecahan antar anggota parlemen yang tergabung dalam koalisi yang sama.
Secara keseluruhan, sistem proposional pemilihan umum merupakan salah satu pilihan yang bisa digunakan dalam pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif.
Walaupun memiliki kelemahan, sistem ini memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum dan mengizinkan terbentuknya parlemen yang representatif sesuai dengan keinginan masyarakat.
Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan seperti memakan waktu yang lama untuk terbentuknya pemerintahan koalisi dan kemungkinan terjadinya perpecahan antar anggota parlemen yang tergabung dalam koalisi yang sama.