Masyarakat belum lama ini dikejutkan oleh pernyataan MenPAN-RB Yuddy Chrisnadi yang akan mengadakan rasionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sampai dengan satu juta orang. Alasan utama adalah belanja pegawai mencapai 33,8% dari APBN. Terlebih untuk tingkat daerah belanja pegawai bisa lebih besar lagi, merujuk ada 134 daerah yang belanja pegawai di atas 50% APBD. Rasionalisasi dianggap wajar karena jumlah PNS fungsional umum yang sangat banyak. Rasionalisasi juga akan diterapkan terhadap PNS dengan kompetensi, kualifikasi dan kinerja yang rendah. Wacana yang disampaikan oleh MenPAN ini cukup mencemaskan banyak PNS sehingga akhirnya perlu di klarifikasi oleh Wapres Jusuf Kalla bahwa wacana PHK massal bagi PNS itu tidak ada, bahkan Jokowi pun selaku Presiden memberikan klarifikasi yang sama.
Saya mencoba menganalisis bagaimana posisi guru dalam rasionalisasi PNS meskipun rasionalisasi secara radikal itu tidak dilaksanakan, atau meminjam istilah Jusuf Kalla rasionalisasi alami saja, mengikuti jalur pensiun alami PNS yang rata rata 100 ribu orang per tahunnya.
Dari total PNS se Indonesia sebanyak 4.375.009 itu 40% nya atau 1.765.410 orang adalah guru. Artinya jumlah PNS fungsional guru memiliki jumlah yang banyak sekali, sedikit kebijakan pemerintah yang mengganggu mereka efeknya besar sekali. PNS guru cukup tenang dengan pernyataan menteri Yuddy yang mengatakan bahwa guru, tenaga kesehatan dan penegak hukum masih kekurangan, bahkan untuk jabatan tersebut kemungkinan malah ditambah namun perbaikan kualitas PNS juga tetap diperlukan.Soal perbaikan kualitas PNS ini kita setuju sekali karena stereotif masyarakat tentang PNS sangat buruk misal malas,koruptif, dan mau menang sendiri. Apalagi ditunjang pemberitaan media yang masif tentang gaji ke 13 dan 14 serta sertifikasi guru kian membuat kecemburuan masyarakat lainnya. PNS dianggap kerja santai gaji besar dan makan uang rakyat. Upaya perbaikan kompentensi PNS dan perbaikan pelayanan oleh PNS mutlak dilakukan demi kualitas pelayanan yang lebih baik.
Jumlah guru di Indonesia sudah sangat memadai, perbandingan saat ini adalah 1:16 artinya satu guru melayani 16 siswa bandingkan misalnya rasio guru di Singapura 1:44 atau rasio rata rata dunia adalah 1:28. Secara data jumlah guru kita sudah sangat mewah dibanding negara lain, tetapi ini belum menggambarkan kondisi riil Indonesia akibat wilayah nusantara yang terpisah-pisah. Di tempat terpencil guru tak hanya mengajar tetapi juga mengurus administrasi sekolah. Hal ini dikarenakan pemerataan guru di Indonesia belum maksimal sehingga ada guru yang mengajar dengan jumlah siswa 40 siswa dalam satu kelas ,tapi ada guru yang mengajar hanya 4 siswa dalam satu kelas. Waktu mengajar yang berbeda-beda juga mencerminkan kondisi yang timpang dalam hal pemerataan, guru yang mengajar dengan jumlah jam sedikit mendapat gaji yang sama dengan guru yang mengajar dengan jumlah jam banyak. Bahkan guru dengan jabatan wakil kepala sekolah mendapat kenaikan pangkat yang sama waktunya dengan guru biasa. Bahkan di pemerintahan daerah tertentu ketika memberikan tambahan penghasilan, tidak ada tunjangan untuk wakil kepala sekolah, yang ada tunjangan untuk kepala sekolah, kasubag, wali klas, pembina eskul sehingga menimbulkan permasalahan tersendiri bagi sekolah.
Hal lain juga yang bisa menjadi masalah dengan membengkaknya jumlah guru adalah kebijakan otonomi daerah. Pemerintah daerah bisa dengan mudah merekrut banyak guru honorer untuk ditempatkan di daerah terpencil, padahal sebenarnya di daerahnya ada sekolah dengan rasio gurunya sangat padat. Kepala daerah dan sekolah sekolah pinggiran terus saja menambah jumlah guru tetapi kepala daerah tidak berusaha mengurangi jumlah guru yang berlebih di kota-kota. Sudah menjadi rahasia umum guru-guru PNS baru atau guru honorer baru yang bisa di tempatkan di sekolah-sekolah negeri elit atau perkotaan adalah bawaan para pejabat daerah, dan PNS yang ditempatkan di pinggiran atau daerah terpencil adalah PNS yang tes murni tanpa uang pelicin.
Kaitan dengan rasionalisasi PNS bagi guru yang tepat adalah redistribusi guru artinya memindahkan guru-guru yang terlalu menumpuk di sekolah-sekolah perkotaan dipindahkan di sekolah-sekolah pinggiran di wilayah terpencil. Kendalanya adalah penolakan oleh guru yang hendak dipindahkan, karena sudah di zona nyaman, dan harusnya bisa tetap dilakukan rotasi guru seperti yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta bisa dicontoh wilayah lain. Guru yang sudah mengajar 20 tahun di satu tempat harus dipindahkan.
Rasionalisasi PNS dengan merumahkan atau pensiun dini untuk guru juga tidak perlu dilakukan karena bisa diadakan kebijakan mengajar antar jenjang.Misal guru SMA yang jumlah jam sedikit bidang Bahasa Indonesia bisa menambah jam mengajar di tingkat SMP. Jadi guru yang belum memasuki usia pensiun masih bisa tetap mengajar di antar jenjang baik SD.SMP.SMA atau SMK asal mata pelajaran yang serumpun.
Sistem sertifikasi guru seharusnya juga bisa digunakan untuk melakukan pemerataan guru di wilayah pinggiran atau perbatasan, untuk mendapatkan sertifikasi seharusnya guru-guru harus melakukan pelayanan pendidikan di wilayah yang kekurangan guru, dan tanpa itu seharusnya uang sertifikasi tidak cair.Hal ini bisa digunakan bahkan misalnya sertifikasi untuk guru terpencil dipermudah akan membuat orang mau untuk mengajar di wilayah yang kekurangan guru.
Selanjutnya adalah moratorium penerimaan PNS sebenarnya sudah cukup bagi negara untuk pertumbuhan PNS sampai 0 persen, karena dengan jumlah pensiun tahunan 100 ribuan tanpa ada penerimaan CPNS baru maka jumlah PNS semakin turun.
Hal yang terpenting bagi guru adalah lakukan pemerataan guru di seluruh Indonesia, tambahkan wilayah yang kekurangan guru serta kurangilah wilayah yang surplus guru agar semua wilayah mendapat jumlah guru yang adil. Kemudian berikan pelatihan guru untuk memberikan tambahan pengetahuan bagi guru secara rutin dan adil. Dan pastikan guru mendapatkan hak-haknya secara adil dan tepat waktu. Jadi tak perlu rasionalisasi tapi sebarkan secara merata seluruh Indonesia agar semua wilayah mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang bersama demi NKRI yang kita cintai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H