Lihat ke Halaman Asli

teguh ariyadi

Aktifis di Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Penyuluh Hukum, dan Peyuluh Anti Korupsi

Korupsi Tambang dan Pencegahannya

Diperbarui: 7 Agustus 2024   13:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil tambang. Mengutip data dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, sektor pertambangan berkontribusi besar dalam menyumbang pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Nikel Indonesia menempati posisi ketiga teratas tingkat global. 

Selain itu, Indonesia mencatatkan kontribusi sebesar 39% untuk produk emas, berada di posisi kedua setelah China. Hal ini menjadikan Indonesia selalu masuk dalam peringkat 10 besar dunia.

Sayangnya, Indonesia masih saja dihantui berbagai kasus korupsi di bidang pertambangan. Kasus-kasus korupsi ini mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh rakyat. Hasil sumber daya alam Indonesia yang dikorupsi hanya akan dinikmati oleh segelintir orang.

Beberapa kasus korupsi besar pertambangan pernah terjadi di Indonesia. Salah satu kasus yang menghebohkan kita belum lama ini adalah kasus korupsi pertambangan senilai Rp.300 triliun rupiah. Korupsi ini terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk untuk tahun 2015-2022. 

Menurut Kejaksaan Agung, nilai kerugian dari kasus ini mencapai 300 triliun rupiah dan menjadi kasus korupsi terbesar di Indonesia. Nilai 300 triliun rupiah ini jika dirinci meliputi kerugian atas kerja sama PT Timah Tbk dengan smelter swasta sebesar Rp.2,285 triliun, kerugian atas pembayaran bijih timah kepada mitra PT Timah Tbk sebesar Rp.26,649 triliun, dan kerugian lingkungan sebesar Rp271,1 triliun.

Kasus besar lainnya adalah penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Kotawaringin Timur. Kasus ini merugikan keuangan negara senilai Rp.5,8 triliun dan USD 711 ribu. 

Kasus ini turut melibatkan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi sebagai tersangka. Supian ditetapkan sebagai tersangka karena diduga mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) tidak sesuai prosedur.

Perlu dipahami pula bahwa korupsi pertambangan ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan rakyat tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan hidup. Sebagaimana dkutip dari Kompas.com, dampak kerugian lingkungan atas korupsi timah mencapai Rp 271 T.

Biaya kerugian tersebut meliputi dana untuk menghidupkan fungsi tata air, pengaturan tata air, pengendalian erosi dan limpasan, pembentukan tanah, pendaur ulang unsur hara, fungsi pengurai limbah, biodiversitas (keanekaragaman hayati), sumber daya genetik, dan pelepasan karbon. 

Masih menurut Kompas, penghitungan nominal kerugian keuangan negara yang dilakukan bersama ahli dari Penyidik dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo, menyatakan bahwa kerugian tersebut terdiri dari kerugian lingkungan (ekologis) Rp 157 T, kerugian ekonomi lingkungan Rp 60 T, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5 T. Selain itu, ada pula kerugian di luar kawasan hutan sekitar Rp 47 T.

Korupsi sendiri memang masih menjadi masalah serius di Indonesia. Ini ditunjukkan dengan skor indeks penilaian korupsi Indonesia dalam berbagai survei yang memang masih stagnan bahkan cenderung mengalami penurunan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline