Lihat ke Halaman Asli

Melewati Mesin Waktu, Situs Megalitikum Gunung Padang

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13968376781834353812

Situs Gunung Padang saat ini mungkin sudah sangat populer dikuping masyarakat khususnya para traveller yang haus akan kisah sejarah umat manusia yang menyelimutinya. Konon katanya, Situs Megalitikum yang berada di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur, Jawa Barat ini merupakan sebuah situs megalitik yang berbentuk punden berundak yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Sejak Presiden SBY dan rombongan pejabat pusat dan daerah mengunjungi tempat ini pada bulan Febuari lalu, setiap pekannya ada saja wisatawan dan traveller berkunjung ke kawasan yang dikelilingi keindalan alam pegunungan Jawa Barat.

Pertama kali memasuki lokasi wisata ini, sekitar 1 km dari situs kita akan disambut gerbang unik yang bertuliskan “Situs Megalith Gunung Padang”. Dekat loket ada pintu gerbang kecil untuk naik ke area situs. Setelah masuk pintu gerbang kecil arahkan kaki ke sebelah kiri. Ada sebuah sumur air yang bertaburkan kembang. Sebelumnya situs ini memang sudah dikeramatkan oleh penduduk lokal.

Dulu warga setempat yang akan masuk situs harus membersihkan diri dengan air sumur itu. Tapi sekarang para pengunjung gak wajib kok untuk membersihkan diri dari air sumur itu sebelum masuk ke situs. Setelah melewati sumur, kita disambut dengan ratusan anak tangga yang lumayan curam.

Sebenarnya ada 2 pilihan untuk naik, bisa melalui tangga yang curam (rute asli) atau tangga yang landai (buatan pihak pengelola). Namun jika ingin merasakan sensasi khas traveller dan berjiwa muda ada enaknya memilih naik melalui tangga curam.

Sekitar 700 anak tangga yang terbuat dari tumpukan batu-batu anak akan dihadapi jika mengambil jalur ini. Karena tingginya jalur menuju situs, membuat beberapa  pengunjung dibuat istirahat berkali-kali kali sebelum sampai di area situs. Namun perjuangan keras menuju situs terbayarkan ketika anda mencapai area situs.

Subhanalloh... itulah kata yang pastinya terucap (jika anda muslim) ketika sampai di area situs. Perasaan kagum dan takjub menyeruak ketika untuk pertama kali menginjakan kaki di situs yang konon lebih tua dibandingkan dengan Piramida di Mesir.

Seluas mata memandang, tumpukan batu-batu berserakan dimana mana, ada yang beraturan ada yang tidak. Disambut semilir angin pagi yang sejuk dan matahari yang menyinari hangat. Dari kejauhan tampak gunung gede kokoh berdiri, hamparan bukit dan pemandangan hijau yang memanjakan mata, surganya dunia bisa menikmati alam ciptaanNya.

Semacam mengunjungi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, hanya hamparan batu yang dapat dilihat.  Namun yang membedakannya adalah di situs Gunung Padang ini batu-batunya sebagian besar berserakan, dan sebagian membentuk 'sesuatu'.

[caption id="attachment_330482" align="aligncenter" width="491" caption="Inilah situs gunung padang"]

1396837876587593327

[/caption]

Batu-batu berserakan itu ada yang membentuk semacam kerangka ruang tanpa pondasi/tiang yang pada masanya semacam ruang untuk menikmati tarian dan musik.

Ada batu gong (batu bentuknya bulat pipih besar) dan batu musik (batu bentuknya Balok) jika diketuk di beberapa bagian akan mengeluarkan bunyi yang berbeda-bedaBerdasarkan cerita, pada zaman itu unsur musik dan tarian sudah ada.

Alihkan pandangan semakin ke belakang, tumpukan batu-batu seakan-akan menjadi tembok pemisah antara undakan. Jadi, batu-batu berserakan yang pertama kali kita liat itu disebut teras 2. Kita langkahkan kaki menaiki undakan diatasnya dan akan ditemukan namanya teras 1. Dan diperkirakan ada 5 teras di situs itu namun belum diadakan penggalian lebih dalam.

Berdasarkan info yang beredar, di bawah tanah itu ada semacam ruang bawah tanah (belum terbukti dengan galian). Di teras tertinggi alias teras 1 ada sekelompok batu yang tersusun menumpuk disebut menhir. Seingat saya di pelajaran sejarah, menhir itu digunakan untuk pemujaan. Wajar saja sih pada zaman itu kan masih menganut kepercayaan yang memuja roh dan benda.

Selesai sudah eksplore kesana kemari, namun perasaan capek tidak dirasakan, karena cuaca cerah dan angin yang semeriwing membuat pengunjung  betah  untukberlama-lama di situs ini. Jika menginginkan spot yang indah, maka kita harus mengambil posisi duduk di bawah pohon yang ada di teras 2, walau persis menghadap ke tangga orang-orang naik, tapi menurut saya merupakan hal yang paling cozy.

[caption id="attachment_330483" align="aligncenter" width="491" caption="Dengan background alam dan Gunung Gede"]

1396837950632267465

[/caption]

Karena kita sedang menghadap ke pemandangan bukit dan Gunung Gede. Selain itu kita juga akan terlindungi dari sinar matahari melalui rindangnya pepohonan, ajiiib.....

Jika anda sudah puas merenung, memanjakan mata, menjernihkan pikiran dan menjelajah seisi situs Gunung Padang, sudah saatnya turun gunung. Akses turun hanya bisa melalui tangga landai (tangga buatan pengelola).

Mengunjungi situs Gunung Padang seakan-akan kita dibawa kembali kemasa lampau dengan menggunakan mesin waktu. Pesona indah pemandangan sekitar serta situs yang sangat kaya akan kisah sejarah jaman pra –sejarah membuat kita akan semakin haus akan sejarah bagaimana bangsa ini terbentuk. Dimana nilai nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia dapat terbentuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline