Lihat ke Halaman Asli

Menteri Hasil Koalisi = Mitra, Bukan Pembantu Presiden

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika bener manuver politisi dalam menggalang koalisi berujung pada deal politik dagang sapi, berupa jabatan menteri atau lainnya, maka defacto menteri hasil koalisi adalah partner atau mitra, bahasa pasarnya punya saham alias punya bargaining, bukan pembantu presiden seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang.

Karena pembantunya punya bargaining, maka hak prerogratif presiden akan terusik. Misalnya, presiden tidak memecat atau memberhentikan pembantunya yang jadi tersangka, melainkan meminta kepada pembantunya tersebut untuk mengundurkan diri. Secara harfiah namanya diminta, boleh ngasih boleh tidak.

Meskipun sah sah saja, koalisi - jika dealnya adalah menteri- apalagi koalisi besar dapat membuat kabinet dipenuhi orang-orang partai, akademisi atau profesional non partisan tidak kebagian tempat. jika hal itu terjadi, akan berbanding terbalik dengan kebijakan lelang jabatan. Kalau lelang jabatan berbasis kompetensi, maka koalisi adalah obral jabatan berbasis dukungan, alhasil kabinet obralan. Selamat memilih !.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline