Polusi plastic telah menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar di dunia saat ini, dengan dampak yang meluas terhadap ekosistem, ekonomi , dan kesehatan manusia. Berdasar laporan dari Science Advances lebih dari 8,3 miliar ton plastic telah di produksi sejak tahun 1950, dan hamper 79% di antaranya berakhir di tempat pembuangan akhir atau mencemai lingkungan. Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar kedua di dunia, menghadapi tantangan serius terkait pengelolaan sampah plastic. Data dari National Plastic Action Patnership (NPAP) menunjukan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 6,8 juta ton sampah plastic setiap tahunnya dan 620 ribu ton di antaranya mencemari laut.
Polusi plastic tidak hanya merusak keindahan alam, tetapi juga berdampak besar pada ekosistem laut. Sampah plastic di laut mengancam keberlanjutan biota laut seperti; ikan, penyu, dan burung yang seringkali memakan plastic karena mengira itu makanan. Laporan dari United Nation Environment Programme (UNEP) menyebutkan bahwa lebih dari satu juta burung laut dan 100 ribu mamalia laut mati setiap tahun akibat polusi plastic. Di Indonesia pencemaran ini berimbas pada sector perikanan dan pariwisata. Wisata bahawi menjadi andalan ekonomi daerah seperti Bali dan Raja Ampat, terancam kehilangan daya tariknya karena perairan tercemar plastic.
Dampak polusi plastic juga dirasakan dalam aspek kesehatan masyarakat. Mikroplastik serta pertikel kecil yang dihasilkan dari pecahan plasik telah di temukan dalam air minum dan makanan laut yang dikonsumsi manusia. Studi yang dilakukan oleh World Health Organitation (WHO) menunjukan bahwa paparan microplastik dapat memicu gangguan kesehatan termasuk masalah pernapasan, gangguan hormon, dan resiko kanker. Dengan populasi besar yang bergantung pada laut sebagai sumber protein utama, resiko kesehatan akibat polusi plastic menjadi perhatian serius bagi Indonesia.
Dalam rangka menghadapi tantangan tersebut permerintah Indonesia telah mengambil langkah konkret. Salah satu inisiatif besar adalah target untuk menguarangi sampah plastic laut hingga 70% pada tahun 2025 melalui kebijakan seperti pelarangan plastic sekali pakai di beberapa daerah. Dukungan lain berupa program "Gerakan Nasional Plastik Bijak" diluncurkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah. Indonesia juga terlibat dalam kolaborasi global seperti Global Plastic Action Partnership (GPAP) untuk mempercepat pengurangan polusi plastic melalui inovasi teknologi dan kebijakan yang berkelanjutan.
Upaya tersebut tidak hanya dapat dilakukan oleh pemerintah. Dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung perubahan yang signifikan. Edukasi tentang pentingnya pengelolaan sampah, penerapan ekonomi sirkular, dan pengembangan teknologi daur ulang harus menjadi prioritas.
Indonesia berada di persimpangan penting dalam upaya mengatasi polusi plastic, yang tidak haya menjadi ancaman global tetapi juga tantangan domestic yang kompleks. Langkah-langkah yang telah diambil menunjukan kemaujan, namun keberhasilan jangka panjang memerlukan keberlanjutan dan evaluasi yang menyeluruh. Edukasi kepada masyarakat untuk mengubah kebiasaan, investasi dalam teknologi ramah lingkungan, serta penerapan regulasi yang tegas merupakan kunci keberhasilan.
Dengan memanfaatkan potensi besar Indonesia sebagai negara maritim dan memaksimalkan kolaborasi Internasional, Indonesia tidak hanya dapat melindungi lingkungan tetapi juga menjadi contoh global dalam memerangi polusi plastic. Upaya tersebut akan membawa manfaat tidak hanya bagi ekosistem lokal, tetapi juga untuk generasi mendatang, menciptakan masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan.***
Penulis : Dhimas Wahyu Pradana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H