Apa jadinya jika masuk ke sebuah restoran, ternyata makanan yang lezat-lezat itu dihidangkan secara serampangan? Sebagai ajang makan, misalnya, tidak menggunakan piring, tapi asbak. Tempat untuk sayur, bukan dari mangkok tapi ember. Dan masih banyak lagi kekacauan.
Menu yang terlihat lezat-lezat, karena salah dalam penyajian, kita enggan melahapnya. Cenderung jijik. Khawatir kurang higienis yang bisa berakibat sakit perut. Atau khawatir ada bibit penyakit lain yang masuk ke dalam tubuh.
Kita sangat peduli terhadap makanan raga. Mestinya kita juga harus lebih peduli pada makanan jiwa. Kompasiana adalah sebuah restoran besar gratis yang menyajikan berbagai menu makanan untuk jiwa. Juru masaknya, para relawan yang disebut Kompasianer. Perangkatnya adalah admin Kompasiana. Perangkat inilah yang meletakkan meja, kursi dan menu makanan supaya terlihat menarik.
Para juru masak ini, membuat hidangan untuk teman-temannya, sesama Kompasianer. Juga tamu lain yang datang berkunjung. Untuk memudahkan, Kompasiana membagi menu dalam berbagai kategori, seperti, Ekonomi, Fiksiana, Gaya Hidup, Hiburan, Humaniora, Kotak Suara, Olahraga, Politik, Teknologi, Video dan Wisata. Cara menghidangkan makanan yang benar adalah dengan menulis sesuai kaidah bahasa Indonesia yang benar juga.
Alasan harus menulis artikel, apapun kategorinya, dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar bukan semata-mata untuk keindahan penyajian. Tapi sebagai penghormatan kepada pembaca dan bahasa Indonesia itu sendiri.
Kita memiliki sejarah panjang tentang Bahasa Indonesia. Kita telah berjanji dalam Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Bunyi Sumpah Pemuda pada poin yang ketiga adalah, "Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia."
Di dalam bunyi teks yang ketiga disebutkan 'menjunjung'. Kata 'menjunjung', menurut KBBI artinya mengangkat di atas kepala. Di atas kepala itu secara semiotik artinya di atas pikiran dan hati.
Untuk bisa mengangkat sampai di atas kepala harus menggunakan dua tangan. Bisa dimaknai sebagai tangan hati dan pikiran juga.
Menjunjung juga bisa berarti menurut atau menaati. Itu sebagai isyarat agar Bahasa Indonesia tetap dipikirkan perkembangannya untuk ditaati. Juga tetap dicintai. Cara mencintai dengan menggunakannya secara baik dan benar. Mau berupaya secara serius untuk mengetahui cara menulis yang baik dan benar.
Mengangkat dengan tangan dua itu ada dua sebab. Pertama untuk menghargai bahasa Indonesia, yang kedua karena bahasa Indonesia itu memang berat. Tak kuat kalau diangkat dengan satu tangan.
Ini barangkali sebagai bukti kenapa setiap Ujian Nasional jarang para siswa baik siswa SMP maupun SMA mendapat nilai 9. Tapi banyak siswa meraih nilai 10 untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Ironis.