Sosok pemimpin hebat memiliki ciri utama diantaranya ia populer atau dikenal masyarakatnya.
Keterkenalan ini lahir karena prestasi dan hasil kinerja kepemimpinannya bersama rakyat.
Mustahil jika pemimpin asyik sendiri ditampuk kekuasaan sementara rakyat sibuk dengan kompleksitas rutinitas nya kemudian berpadu dan terkondisikan saling mengenal.
Banyak pemimpin di negeri ini menduduki jabatan penting, nyaman dalam segala fasilitas penunjangnya tapi jarang berinteraksi dengan rakyat yang dipimpinnya. Memang ironis.
Kondisi "ketertutupan" pejabat atau pemimpin pemerintah dari publiknya, dalam catatan akademis Ilmu Pemerintahan, hal ini disebabkan karena toeri yang mereka anut yang disebut etika sosial.
Etika sosial masuk menjadi salah satu jenis etika yang dianut manusia berdasarkan lingkungannya.
Etika sosial, dalam uraian https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/best-seller/pengertian-etika/amp/ menyebutkan bahwa etika jenis ini merupakan jenis etika yang memiliki kaitannya dengan sikap dan kewajiban, serta perilaku suatu individu sebagai umat manusia.
Sikap dan kewajiban sebagai umat manusia karena alasan keberadaan lingkungan dimana dia berada, maka melekat disana aturan-aturan atau konsensus mengikat yang harus dipatuhi bersama. Jika saja terjadi pelanggaran, maka lingkungan akan mengeluarkan si pelanggar dari lingkungannya berada.
Teori ini seperti mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa jelas adanya "gap-gap" sosial itu akibat adanya jenis-jenis lingkungan yang berbeda satu sama lain dalam kehidupan manusia.
Kehadiran mahluk lain diluar suatu kelompok tertentu yang sudah terbangun akan dianggap sebagai kehadiran yang "mengancam" selama kehadiran orang luar itu belum diketahui secara jelas maksud dan tujuannya.