Kekerasan seksual sudah tidak asing lagi kita jumpai terjadi berulang kali di masyarakat. Siapapun bisa menjadi pelaku kekerasan seksual dan begitupun dengan korbannya tidak pandang bulu, siapapun berpotensi menjadi pelaku maupun korban. Pelanggaran hak asasi manusia terjadi pada semua subyek hukum termasuk perempuan dan anak dimana kelompok ini merupakan subyek yang rentan khususnya kekerasan seksual, hal ini terlihat dari semakin meningkatnya kasus dan beragam jenis kekerasan yang terjadi.
Kekerasan di Indonesia saat ini memasuki masa darurat, dimana tingkat pelecehan seksual atau kekerasan seksual sangat tinggi. Terutama di daerah Jawa Timur.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur mencatat, sampai dengan 16 Juli 2020, tercatat hampir 700 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Jumlah tersebut setera dengan 39,32 persen dari total laporan kasus kekerasan yang masuk ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim.
Menurut naskah rancangan undang-undang tentang penghapusan kekerasan seksual oleh KOMNAS Perempuan, kekerasan seksual sendiri didefinisikan sebagai setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu kelamin, hasrat seksual seseorang, dan/fungsi reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang dan tetunya bertentangan dengan keagamaan.
Akhir-akhir ini, publik digemparkan dengan kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, namun lagi-lagi karena kekosongan hukum mengenai kekerasan seksual ini, upaya melindungi hak-hak korban yang sudah seharusnya didapat menjadi sulit.
Untuk menghukum pelaku kekerasan seksual terdapat hambatan mekanisme yang harus ditempuh sebagai salah satu dampak kekosongan hukum di Indonesia mengenai kekerasan seksual. Dalam beberapa kasus kekerasan seksual juga disamakan dengan kasus plagiarisme, padahal kasus ini termasuk kejahatan kemanusiaan.
Kekerasan seksual pada perempuan dan anak masih tinggi di Jawa Timur. Kekerasan seksual di Jawa Timur salah satunya dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakatnya untuk menikah dibawah umur, dan cenderung terjadi pemaksaan yang merupakan salah satu jenis kekerasan seksual.
Kebanyakan korban tidak mau atau tidak berani melapor. Kekerasan seksual banyak dilakukan juga oleh orang yang dikenal oleh korban. Normalisasi pelaku dan masyarakat sekitar atas tindakan kekerasan dan atau pelecehan seksual. Kurangnya wawasan masyarakat mengenai pentingnya edukasi tentang seks. Kurangnya pengawasan dan kepekaan orangtua pada perilaku anak-anaknya yang ternyata pernah dilecehkan atau mengalami kekerasan seksual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H