Menjadi penulis artikel artinya mengeluarkan opini terhadap realitas kehidupan sehari-hari yang ada, jika realitas di keseharian sedang ramai warga bercakap-cakap soal menuju pilpres 2024 maka akan dengan sangat profokatif mempengaruhi pikiran kita untuk mulai membangun ide tulisan tentang politik.
Namun jika situasinya sedang dalam hits piala dunia, kita cenderung menulis tentang pemberitaan bola, prediksi skor atau pendapat kita tentang Negara yang kita jagokan.
Menjadi penulis akan selalu akrab dengan realitas kehidupan sehari-hari, dengan suara-suara obrolan di warung kopi, dengan curhat ibu-ibu penjual nasi uduk, tentang obrolan bersama ojol, atau obrolan antar tetangga dan keluarga dirumah.
Penulis mengolah semua informasi yang didengar dan dilihat itu di otak, dipikirkan kemudian ditulis sesuai olahan pikirannya dan jadilah produk bernama artikel.
Penulis juga sangat akrab dengan dunia media sosial, hasil pemberitaan media di media sosial seringkali menjadi bahan dasar berpikir mengolah ide.
Nah, masalahnya adalah berita-berita di media Negara kita ini sekarang kebanyakan berita tentang politik, atau barangkali memang seperti itu setiap tahunnya saya juga kurang tahu, namun yang jelas yang sekarang sedang hangat ya tentang politik, mungkin karena kita memasuki tahun politik dimana sebentar lagi akan dilaksanakan pemilu.
Berita di media sosial ataupun di TV ya itu-itu juga, berita tentang politik mendominasi, kemudian berita tentang tindakan kriminal yang sedang di usut Polisi ataupun berita keadaan ekonomi baik global maupun nasional.
Kenapa saya katakan Penulis Sudah Takut Sejak Dalam Pikiran?, ya karena realitas kondisi kehidupan hari-hari ini dan yang di beritakan adalah berita-berita seperti yang saya sebutkan tadi, sementara kita tahu bersama kalau kita menulis artikel opini tentang politik kita berpikir 'bagaimana kalau salah tulis nanti?', bagaimana kalau viral banyak yang baca?', 'bagaimana kalau opini saya mempengaruhi suatu pihak politik yang dirugikan, apakah saya akan dihukum?, dihujat? atau sebagainya?'
Bagaimana kita menghadapi realitas tersebut, apalagi di zaman media sosial seperti sekarang ini, semuanya gampang tinggal share-share aja, iya kalau yang di share tidak menimbulkan masalah, kalau bermasalah bagaimana?
Toh juga sebagai penulis kadangkala kita juga tidak terlalu paham hukum, bagaimana apakah pendapat kita menghina atau berpengaruh terhadap suatu kelompok, padahal niat awalnya hanya ingin memberikan pandangan terhadap suatu hal, dan itu sebenarnya bersifat kebebasan pribadi untuk berpendapat terhadap suatu realitas kehidupan, namun takutnya dicari-cari kesalahannya atau bahasa hukumnya dicari-cari deliknya.
Kita pun sebagai penulis tahu dan memperkirakan bahwa tidak ada juga yang melindungi kita, selain akal pikiran kita dan juga UUD pers, "itupun kalau iya kita tetap dilindungi"