"Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan." - Tan Malaka
Selamat malam rekan-rekan pembaca kompasiana, kali ini saya akan menuliskan artikel yang mengulas tentang "PR untuk anak sekolah", diartikel kali ini saya akan membagi ulasan saya kedalam 2 bab, semoga bermanfaat dan selamat membaca.
Mendapat topik pilihan tentang dunia pendidikan dengan tema khusus "Siswa Tak Lagi Diberikan PR", saya langsung semangat untuk mengulas nya lewat artikel ini karena ini hal yang saya alami langsung sebagai pelajar dan saya dari dulu kepikiran untuk menyampaikan ide sederhana saya terkait hal ini, langsung saja kita ulas.
Bab I "Dampak PR Yang Terlalu Banyak Diberikan Guru Kepada Siswa di Sekolah"
Membaca berita yang cukup menarik perhatian mengenai penerapan kebijakan 'membebaskan pelajar dari PR (pekerjaan rumah) yang dilakukan oleh pemkot surabaya mulai 10 November mendatang.
"Sekolah-sekolah di Surabaya boleh saja memberikan PR kepada para pelajar. Namun, tidak boleh terlalu banyak, saya harap meskipun ada PR tapi tidak terlalu berat dan terlalu banyak, yang penting adalah pertumbuhan karakter mereka," ujar pak Eri Cahyadi selaku walikota surabaya.
Jadi artinya bukan PR bakal tidak ada sepenuhnya, melainkan boleh ada tapi tidak terlalu banyak, artinya porsi nya dikurangi. Saya rasa langkah dan pemikiran dari pemkot surabaya ini merupakan langkah jenius dan berani.
Beginilah seharusnya pemkot atau pemda berani membuat keputusan terkait kebijakan daerahnya tidak selalu menunggu keputusan pusat dari mendikbud. Selagi dinilai langkah tersebut mampu memberikan manfaat yang baik, dan tujuannya pun baik pula.
Sepengalaman saya sewaktu masih di bangku sekolah dari mulai SD,SMP,SMK,sampai saya tamat KULIAH. Saya rasa PR yang terlalu banyak dari guru memang terbilang memberatkan siswa, bahkan cenderung berakibat membuat siswa takut ke sekolah jika teringat ada PR dari salah satu mata pelajaran yang belum siap padahal akan dikumpulkan hari itu, apalagi PR dari mata pelajaran yang terkenal gurunya cukup killer.
Hal ini saya perhatikan juga terjadi kepada adik perempuan saya yang masih SD kelas 6, saya pernah lihat situasi dimana disuatu pagi dia sedang sibuk mengerjakan PR nya, sambil di sulangi makan oleh ibu saya dan saya liat dia tergesa-gesa ditambah lagi sambil dimarahin ibu saya karena dia lupa mengerjakan PR nya, saya mengamati adik saya tersebut jadi merasa tertekan untuk sekolah hari itu, walau akhirnya dia saya antarkan ke sekolah dan PR nya siap dikerjakan dalam waktu sekejap.
Saya juga mengamati seringkali teman-teman sekelas saya tidak siap mengerjakan PR, ujung-ujung nya mengerjakan nya disekolah, mengakali nya dengan cara cepat-cepat datang kesekolah sebelum jam masuk, misal jam masuk jam 07.15 WIB, teman-teman saya yang belum siap PR biasanya jam 07.00 sudah di kelas dan berharap mencontek dari kawan yang sudah siap, termasuk kadang saya juga sih yang melakukanya hehehe. Sekedar mengenang masa lalu hehehe.
Per hari ini ketika menulis artikel ini saya merenungkan bahwa memang benar PR yang diberikan guru terlalu banyak membuat siswa cenderung merasakan tekanan mental untuk datang ke sekolah, yang padahal seharusnya anak-anak ditanamkan rasa bahagia, senang, riang-gembira untuk datang ke sekolah bukanya malah dihantui perasaan takut dimarahi karena tidak siap PR, takut dihukum, dan berbagai cara lainya untuk menyalahkan siswa yang tidak siap PR.