Sebelum ujian nasional berlangsung semua siswa diwajibkan menandatangani selembar "pernyataan jujur " yang disiapkan oleh setiap sekolah penyelenggara ujian nasional tingkat SMP. Selain pernyataan yang ditandatangani sebelumnya, ketika ujian berlangsung semua siswa juga membuat pengakuan dalam lembar jawab komputer yang harus ditulis " saya mengerjakan ujian dengan jujur".
Fakta dilapangan, dampak dari pernyataan tersebut sebenarnya tidaklah berarti, karena banyak siswa masih berusaha meminta bantuan jawaban dari teman-temannya. Hanya karena pengaturan denah kode soal yang dikerjakan oleh semua siswa baru dapat diketahui ketika ujian berlangsung membuat banyak siswa merasa frustasi. Tidak bisa minta bantuan jawaban dari teman satu ruang . Bahkan bisa juga sekolah penyelenggara merasa was-was karena situasi tersebut. Khawatir siswa-siswinya tidak bisa lulus dalam ujian nasional.
Kalau begitu, apalah gunanya pernyataan jujur ditulis berulang-ulang, ternyata tidak bermanfaat ?. Membangun karakter melalui proses merupakan sesuatu yang harus dilakukan, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jika dari awal kita tidak membiasakan para siswa berusaha belajar dan kerja keras, mengerjakan ulangan atau ujian dengan kejujuran atas usaha sendiri, tentunya saat ujian nasionalpun mereka pasti masih saja ingin mendapatkan kelulusan dengan cara instan. Walaupun pernyataan jujur ditulis berulang-ulang. Selanjutnya apapun yang mereka lakukan hingga kelak menjadi orang dewasa, pastilah menginginkan keberhasilan yang instan pula. Artinya sedikit berkerja tetapi mendapatkan hasil yang berlimpah. Jadilah kita ini guru-guru pembentuk karakter yang mencontoh "Gayus-Dhana Dkk".
Bertobatlah para pendidik anak bangsa, ternyata pernyataan jujur saja tidak cukup, tapi butuh tenaga dan kucuran keringat untuk membangun kejujuran.
Semoga Bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H