Lihat ke Halaman Asli

"Shopaholic", Penyakit yang Tak Disadari Semakin Menggorogoti

Diperbarui: 18 Mei 2018   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://jateng.tribunnews.com

Shopaholic, penyakit ini sadar tidak sadar banyak menjangkiti kaum hawa, walaupun sebenarnya kaum adam pun bisa terserang penyakit ini. Kalau dalam kesehariannya, shopaholic banyak menyerang kaum perempuan yang modis alias modal diskon.

Penderita shopaholic tidak tahan melihat barang-barang yang dipamer di etalase kaca sebuah department store atau toko, dengan harga diskon bertengger di sebelahnya. 

Mereka langsung "menyerang" toko tersebut untuk memadupadankan outfit mereka mulai dari atasan, bawahan, asesoris, pernak pernik, dan tanpa disadari ketika berada counter pembayaran, nilainya hampir menghabiskan gaji mereka satu bulan. Dan itu tidak membuat mereka kapok juga. Rasa penyesalan akan tiba, setelah mereka terdiam di kamar dan mengamati hasil belanjaan mereka, terlebih lagi melihat struk belanjaan mereka.

Zaman sekarang, belanja online lebih disenangi. Ini semakin meningkatkan perilaku masyarakat untuk meningkatkan hasrat belanjanya. Hampir semua web shopping online menawarkan berbagai diskon yang menggiurkan plus ongkos kirim gratis. Siapa yang tidak tertarik untuk belanja, belanja dan belanja terus.

Belajar dari sebuah film "Confessions of Shopaholic", banyak hal yang bisa dipetik dari film tersebut terkait hasrat belanja yang berlebih. Satu pertanyaan yang menjadi inti untuk menahan keinginan belanja adalah "Apakah saya betul-betul membutuhkannya?" Itu yang sampai sekarang saya pegang ketika saya berbelanja. Saya mengakui, beberapa tahun yang lalu, selama setahun saya mengidap shopaholic. Kala itu, masih single dan pendapatan lumayan besar, ditambah lagi kartu kredit yang aku miliki. Kemudahan menggunakan kartu kredit membuatku tidak terkontrol untuk berbelanja.

Setelah menonton film "Confessions of Shopaholic", membuka pikiranku untuk menata kembali kebiasaan burukku. Kuperhatikan barang-barang belanjaan onlineku yang tak urung adalah barang yang terbuang, ada yang tak habis dipakai, ada yang tak muat atau kebesaran, ada yang sama sekali tak pernah dipakai. Mulai saat itu, setiap kali belanja, ada beberapa hal yang kulakukan

  1. Bertanya pada diri sendir "Apakah saya membutuhkannya?"
  2. Apakah barangnya tahan lama?
  3. Bandingkan dengan toko sebelah, apakah ada harga promo atau bonus?
  4. Pertimbangkan ongkos kirimnya

Terus apa yang harus dilakukan dengan barang yang sudah terlanjur dibeli dan tak terpakai? Satu kalimat jawaban buat pertanyaan ini adalah: "JUAL KEMBALI!". Sudah banyak akun sosial media yang bisa digunakan untuk menjual kembali barang kita yang tidak dipakai. Tapi tentu saja, barang harus dikemas dalam foto yang bagus sehingga banyak yang berminat. 

Happy Shopping! And be a wise shopper!

-Sandy-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline