Lihat ke Halaman Asli

Teddy Triyadi Nugroho

LP3ES/ Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Refleksi Hari Antikorupsi Sedunia: Antara Perspektif dan Masalah Moral

Diperbarui: 10 Desember 2020   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi | KOMPAS/DIDIE SW

''Korupsi itu Berbanding Lurus Mengikuti Kemana Uang Mengalir”

Seperti yang kita ketahui bersama, korupsi telah menjadi ritual yang tak dapat lepas dari kekuasaan suatu rezim. Setiap Rezim yang berkuasa selalu berhadapan kepada penyakit masyarakat yakni korupsi. Dalam Satu bulan terakhir, tercatat dua menteri kabinet Jokowi tengah berhadapan dengan masalah Korupsi.

Operasi tangkap tangan KPK berhasil menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dengan mengungkap kasus suap benih lobster pada 25/11/2020 dan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial alias bansos Covid-19 pada 06/12/2020.

Penangkapan tersebut disinyalir sebagai sebuah kebangkitan taring KPK, yang pada setahun lalu tengah bermasalah lantaran adanya UU nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diduga dapat melemahkan KPK.

Pilkada Serentak atau Korupsi Serentak?
Tanggal 9 Desember hari ini bertepatan dengan Pilkada serentak daerah sekaligus Hari Anti korupsi sedunia, Nampaknya dapat menjadi sebuah refleksi kritis terhadap permasalahan korupsi yang kian massif terjadi di Indonesia.

Permasalahan yang tidak akan pernah selesai di Indonesia ini terus dipelihara oleh sistem Pilkada yang banyak terjadi kecurangan baik secara materil maupun non- materil. Politik uang, gratifikasi, suap menyuap untuk merebut bangku kepemimpinan telah menjadi makanan sehari-hari yang kita amati.  Di hari menjelang pencoblosan, dapat kita amati sering terjadi  pemberian uang dan bantuan kepada masyarakat agar memilih calon tertentu.

Bisa dibayangkan betapa besar dana yang harus dikeluarkan oleh seseorang ketika menjadi calon kepala daerah.  Dana yang dikeluarkan lebih besar lagi dengan adanya kewajiban para kandidat untuk menyumbang operasional partai, membayar saksi, iklan, membayar advokat ketika menghadapi sengketa, dan tentu membayar tim kampanye dan relawan.

Dengan sistem Pilkada sekarang yang hanya mengenal satu putaran, maka para calon kepala daerah akan sangat total dalam pendanaan dan lebih mementingkan materil ketimbang substantif. Hal ini yang di sinyalir akan membuka gerbang korupsi.

Dalam hal ini, Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU No. 31/1999 juncto UU No. 20/2001) menegaskan sejumlah tindakan yang disebut tindak pidana korupsi. 

Tindakan-tindakan dimaksud, antara lain: tindakan yang menimbulkan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, perbuatan pemerasan, benturan kepentingan (conflict of interest) dalam pengadaan (barang dan jasa), gratifikasi, perbuatan curang dan membiarkan perbuatan curang, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada membiarkan pegawai negeri atau penyelenggara negara agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dan lain sebagainya.

Apa Yang Mendasari Orang Korupsi?
Hal di atas merupakan tindakan yang dapat memidanakan seseorang jika terbukti korup. Lantas sebetulnya apa yang mendasari orang itu korupsi, dari awal kemerdekaan orde Baru hingga Reformasi. Apakah yang menjadi dasar dari korupsi, apakah karena gaji yang didapatkan tidak mencukupi atau karena faktor keserakahan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline