Lihat ke Halaman Asli

Teddy Sukma Apriana

Seorang teknisi yang nyambi jadi blogger

Menjaga Peran Siaran Komunitas Masa Kini

Diperbarui: 20 Agustus 2020   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang anak didampingi orangtuanya saat melakukan pembelajaran jarak jauh lewat siaran TV sekolahnya | Sumber: CNN Indonesia

Pandemi Covid-19 telah mengubah kehidupan kita. Banyak hal di sekitar kita yang berubah seiring adaptasi dengan kebiasaan baru. Mulai dari banyaknya donasi untuk membantu warga terdampak, hingga tren hidup sehat yang kembali digaungkan.

Meski di tengah pandemi, bukan berarti aktifitas sehari-hari jadi terhenti. Ada beberapa kegiatan yang harus tetap berjalan. Salah satunya adalah kegiatan pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, semenjak status Covid-19 berubah menjadi pandemi, negara kita mengeluarkan kebijakan agar anak-anak sekolah harus belajar di rumah. Mau tak mau, kebijakan tersebut sangat mengandalkan teknologi, terutama internet dan smartphone. 

Tak hanya itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjalin kerjasama dengan TVRI untuk menayangkan beberapa acara pendidikan bagi siswa-siswi SD, SMP, dan SMA lewat layar kaca.

Beragam kebijakan dalam program "Belajar dari Rumah" yang di-gol-kan pada bulan April lalu ini tentu saja diberlakukan untuk mencegah penyebaran penyakit Covid-19 di lingkungan pendidikan. Namun, kebijakan tersebut mau tak mau membuat ketimpangan internet di Indonesia semakin terlihat.

Menurut riset yang dirilis Hootsuite, rata-rata kecepatan internet di Indonesia pada Januari 2020 hanya 20,1 Mbps (Megabit per detik). Angka tersebut jauh di bawah rata-rata dunia yang mencapai 73,6 Mbps.

Jika bicara kecepatan internet via telepon genggam di Indonesia, angkanya lebih miris lagi. Sebab rata-rata kecepatannya hanya 13,3 Mbps, alias terendah kedua di antara 40-an negara yang ditampilkan dalam riset tersebut.

Akibatnya beberapa bulan terakhir, kita sering menjumpai kabar seputar anak sekolah yang harus berupaya lebih keras agar tetap mendapat pendidikan dari sekolahnya. Daerah-daerah asal beritanya cukup merata di seluruh negeri. Mulai dari Gunungkidul (DIY), Samarinda (Kalimantan Timur), Agam (Sumatera Barat), Enrekang (Sulawesi Selatan), sampai Papua.

Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat kita berinisiatif untuk mengatasi kekurangan dari metode pembelajaran jarak jauh. Salah satunya adalah menggalang media penyiaran berbasis komunitas. Mulai dari menggunakan frekuensi radio via handy talky, hingga membangun TV komunitas, seperti dalam video di bawah ini.


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline