Aku punya kebiasaan meminum jamu tradisional sebelum beraktivitas. Aku biasanya minum paitan. Jamu berwarna hitam ini, kuminum untuk mencegah tingginya kadar gula. Rasanya pahit sepahit warnanya legam hitam. Selain paitan aku juga biasanya mencampurkan paitan, kunyit dan kencur. Rasanya nikmat, diikuti sendawa, apalagi setelah itu aku minum jahe. Hmmmmm....... badan jadi seuuugeeeer !
Penjual jamu langgananku bernama Mbak Inah, di asli dari Wonogiri jawa tengah. Merantau ke Jakarta sejak tahun 1983, semula tinggal di Petamburan mengontrak dirumah petakan. Namun saat ini Mbak Inah telah mempunyai kontrakan sendiri. Bukan dari hasil menjual jamunya tapi karena mendapat warisan dari orangtuanya, lalu dia belikan kontrakan yang dulu disewanya.
Mbak Inah kini mempunyai 4 pintu kontrakan yang disewa oleh karyawan yang bekerja disekitar Jalan S.Parman. Setiap pagi pekerjaan yang dilakukan adalah mencuci baju orang-orang yang mengontrak dirumahnya, lalu sekitar jam tiga siang mulai berjualan jamu dengan gerobak kelilingnya. Asal tahu aja bahwa dulu awal dia berdagang jamu dilakukannya dengan menggendong.
Menurutnya, jamu tradisional, satu di antara keragaman jenis jamu yang ada di lndonesia. Jamu juga bisa ditemukan di supermarket, dijajakan di kios atau warung, bahkan toko obat. Jamu di Indonesia dikategorikan obat tradisional. Jamu menjadi mata rantai penting mengobati aneka penyakit bagi masyarakat, terutama mereka yang punya kantong pas-pasan. Jamu juga menjadi solusi ampuh bagi pekerja kasar yang sering pegal linu, masuk angin, atau punya penyakit asam urat. Selain harganya relatif murah, calon pembeli juga bebas konsultasi atau meminta tambahan racikan seperti madu, kencur, kunyit, jahe, atau telur.
Selain menjual jamu Mbak Inah juga melayani pijat bayi, yaitu pijat yang diberikan untuk bayi yang masih berumur dibawah 3 tahun. Dia bersedia dipanggil kerumah pelanggan yang membutuhkan. Hal ini dilakukan biasanya pada saat sore atau malam hari, namun tak tertutup kemungkinan bila dipanggil ngedadak, kapanpun dia bersedia datang. Dia juga menyediakan brotowali, sejenis jamu yang rasanya sangat pahit, digunakan untuk me-nyapih bayi yang masih menggunakan ASI.
Tidak hanya memijat bayi, Mbak Inah juga bersedia memijat customer-nya yang meng-order-nya untuk pijat kesehatan. Pijat ini hanya dilakukan bagi kaum ibu, jika ada kaum adam yang memintanya untuk mijat Mbah Inah nggak bersedia. Tabu katanya kalau mijat laki-laki.
Jamu tradisional sejenis jamu yang dibuat Mbak Inah, sudah merambah sampai ke hotel berbintang. Contohnya di Hotel Santika Bandung dan Hotel Tentrem di Yogya, setiap pagi tersedia jamu. Ide menghadirkan jamu gendong ini ternyata mendapatkan sambutan hangat dari tamu hotel. Bahkan banyak yang surprised dengan sajian itu, penyajian di hotel dikemas lebih higienis dan cantik.
Hanya di Indonesia, kita bisa menemukan tukang jamu tradisonal keliling dari dahulu hingga saat ini, yang sangat menjadi ciri khas budaya Indonesia, melekat dalam kehidupan sosial masyarakat yang nggak bisa dipisahkan. Jamu tradisional sangat ekonomis dan berbahan dasar alami sehingga efek samping yang ditimbulkan sangat kecil jika dibanding obat resep dokter. Walaupun begitu, kisah perjuangan dibalik pembuatan jamu tradisional ini nggak mudah seperti membalikan telapak tangan.