[caption id="attachment_391280" align="aligncenter" width="600" caption="Bakpia Pathok/Tribunnews.com"][/caption]
Oleh-oleh yang identik dengan Jogja selain gudeg adalah bakpia. Di daerah Pathok banyak sekali home industry produsen bakpia. Bakpia berbahan asli isian kacang hijau, namun akibat selera pasar produsennya menawarkan aneka bakpia kreasi baru dibuat dengan perpaduan berbagai macam bahan.
Kok namanya bakpia, aneh juga kenapa ya..? Nama bakpia, gabungan antara bakpao dan kue pia. Kedua kue ini adalah makanan kegemaran penduduk keturunan Tionghoa di Yogya. Dari perpaduan kue tersebut akhirnya terciptalah bakpia yang kemudian terkenal hingga saat ini.
Setelah menjadi kue yang dirasa enak dan menarik, ditahun lima puluhan ada seorang keturunan menjajakan bakpianya dari rumah ke rumah di sekitar Pathok, masyarakat tertarik. Kemudian munculah berbagai macam bakpia dengan merek yang disesuaikan dengan nomor rumah mereka di Pathuk. Ada Bakpia 145, Bapia 25, Bakpia 75, Bakpia 49, bahkan sekarang sudah nggak pakai nomor rumah lagi tapi menggunakan merek tertentu, disesuaikan dengan rasa dan isian bakpia.
Karena sudah sampai diperkampungan bakpia, penasaran banget kalo nggak liat proses pembuatan bakpia itu berlangsung. Maka aku mencoba untuk sedikit nakal dengan mengintip. Tiba-tiba aku dihampiri oleh seorang karyawati wanita, namanya Mbak Suherti. Wahhhh… Serta merta aku memohon ma’af, tapi di luar dugaanku malah diajak ke dalam. Aku hanya tersenyum melas, wanita tadi mengarahkanku masuk lebih ke dalam untuk melihat rangkaian proses pembuatan bakpia.
Karyawan dan karyawatinya Jogja banget, baik dan ramah dalam mempersilahkan, menjelaskan serta mengajarkan pembuatan bakpia. Di pabriknya, lokasi produksi dan pemasaran berdampingan, sehingga aromanya begitu menyatu dengan rasanya yang gurih. Apalagi disediakan pula hidangan tester alias nyicipi gratis.