Hari sudah beranjak pagi, ku lihat kalian berdua masih saja lelap tertidur. Semakin hari bau menyengat ini mulai mengangguku, biasanya aku lekas menyuruhmu untuk membersihkannya, tapi kali ini aku sangat malas baik menyuruhnymu atau membersihkannya sendiri. "Pagi yang membosankan," ujarku.
Usia pernikahan kita sudah memasuki lima tahun, aku sangat beruntung memilki suami yang sangat pengertian dan penyayang, serta anak perempuan yang cantik dan menggemaskan yang sudah berumur 3 tahun, usia yang sangat lucu-lucunya. Namun aku tak bisa membayangkannya bagaimana ia ketika besar nantinya. "Aku sangat mencintai kalian berdua," ucapku dalam hati semberi mencium kening suami dan anak perempuanku.
Lekas ku beranjak ke dapur menyiapkan sarapan pagi sekaligus makan siang, hanya saja aku sedikit kesal dengan suami dan anakku, sudah seminggu ini kalian tidak mau makan masakanku, terpaksa aku yang menghabiskannya sendirian. Hal ini mengingatkanku ketika aku mengandung putri cantiku dulu, setiap hari saya dan suami selalu pesan makanan melalui aplikasi, anehnya setiap bangun tidur aku selalu memiliki keinginan untuk memasak dan sama sekali tak kucicip makanan tersebut.
"Sayang bangunlah, hari sudah semakin siang, itu ada pesan dari teman kantormu. Katanya hari ini masuk kerja tidak," teriaku kepada suamiku.
Aku lanjut menyiapkan masakan dan bergegas membersihkan dapur, sebelum putri cantikku terbangun. Dia adalah anak yang tidak bisa berdiam diri, selalu saja ada hal yang dilakukannya, apa saja yang ia temui di dapur langsung ia mainkan layaknya sebuah mainan baru. Terkadang ketika aku beres-beres selesai masak, ia pun ikut, awalnya aku merasa terganggu sekali kemudian memberikan bentakan kecil, lalu mukanya cemberut dan mulai mau menangis. Terpaksa aku mempersilahkan putri cantiku ini membantu ku dengan caranya sendiri.
"Ayo sayang lepas bajumu dan langsung mandi, lalu sarapan ya," kata ku kepada putri kecilku.
Selesai memandikannya, aku langsung mengajaknya sarapan, awalya aku kesal dengan ia tidak mau makan, namun dengan sepenuh hati aku membujuknya dan kami pun makan dengan lahap. "Ayo, buka lagi mulutnya, pintar," ucapku.
Tuk! Tuk ! tuk! ....
Terdengar bunyi ketukan pintu yang memanggil namaku dan suamiku, berbegas aku mengintip dari lubang pintu, ada beberapa warga sudah berkermurun di depan rumah, aku menjadi bingung, pasti setiap pagi mereka slealu melakukan hal ini dan seperti biasa aku tindak menjawab dan kembali beraktifitas seperti biasanya. "Sayang, jangan digubris mereka di depan ya, saya tidak mau berbaur lagi, sudah seminggu ini kelakuan mereka seperti itu," kataku kepada suamiku.
Segelas teh hangat sudah tersaji di atas meja, seakan-akan memberikan ketenangan kepada ku selepas melakukan beres-beres rumah dan aktivitas lainnya. Tidak lupa ku nyalakan televisi sehingga ada yang menemani diriku yang tentunya akan lebih fokus dengan handphone ku. Saat-saat seperti ini, biasanya kuingat kenangan-kenangan manis bersama sumiku, ia selalu saja memberikan kejutan kepada ku setiap bulannya, mulai dari membelikan barang kesukaan serta mengajak makan ke tempat baru dan memberi kejutan dengan berlibur ke luar kota. "Aku jadi kangen masa-masa itu," ujarku dalam hati.
Hanya saja, ada yang tidak ku sukai darinya, namun ketika aku marah dia selalu meminta maaf meski aku yang salah, dia sangat pengertian, terutama atas sakit ku dahulu yang pernah aku alami, sehingga tidak ada laki-laki lain yang mau menikahiku kecuali suamiku ini, dia benar-benar mencintaiku. "Parasku juga sangat cantik," kata ku dengan sombong.