- Perlukah Dokter Khawatir?
- Pasca UU Kesehatan, banyak dokter menjadi khawatir.
- "Masa depan semakin suram," kata mereka.
- Dilihat dari semakin banyaknya supply dokter,
- pandangan mereka benar.
- Tapi dilihat dari rasio dokter:penduduk,
- kekhawatiran itu berlebihan.
- Sebab rasio dokter:penduduk Indonesia itu rendah.
- Terendah ketiga di ASEAN, diatas Laos dan Kamboja.
- Per 1000 penduduk, Malaysia punya 1,5 dokter.
- Per 1000 penduduk, Indonesia punya 0,5 dokter.
- Artinya, sekedar untuk menyamai Malaysia,
- dibutuhkan kenaikan 200 persen jumlah dokter.
- Dan untuk mencetak sebanyak itu,
- pastinya dibutuhkan puluhan tahun.
- Kondisi di Pelosok
- Mari lihat kondisi di sebuah kabupaten di Papua.
- Inilah realita di kabupaten di pesisir :
- 1. Penduduk sekitar 300 ribu
- 2. Hanya ada 1 RSUD
- 3. Di RSUD seringkali tidak ada spesialis
- 4. Tidak ada RS-Klinik swasta
- Nah, untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis,
- Pemkab biasanya bekerjasama dengan Univ. Negri.
- Maka dikirimlah dokter residen tingkat akhir ke pesisir.
- Kontrak 1 tahun dan digaji 20-30 juta sebulan.
- Akan tetapi harus bagi hasil dengan Univ. Pengirim.
- Bagi dokter residen, ia sulit menolak.
- Karena selama pendidikan, ia menjadi pekerja rodi gratisan.
- Menolak berarti membuat seniornya tidak senang.
- Menerima berarti bisa refreshing dan mengisi dompet.
- Sistem sering tidak berjalan baik.
- Karena berbagai sebab, sering spesialis tidak datang.
- Alhasil, pasien dengan kasus spesialistik harus diangkut naik pesawat ke kota besar.
- Bayangkan: Seseorang sakit usus buntu.
- Demam dan nyeri perut hilang timbul yang menyiksa.
- Tapi tidak ada dokter bedah.
- Maka harus dirujuk ke kota besar naik pesawat.
- Atau seorang wanita akan melahirkan.
- Tapi tiba-tiba macet dan perlu dioperasi Caesar.
- Tapi tidak ada dokter kandungan.
- Dirujuk naik pesawat pun pasti tidak akan sempat.
- Solusi Jangka Panjang
- Tapi solusi pemenuhan kebutuhan dokter bukan hanya itu.
- Orang-orang politik terkenal punya banyak akal.
- Mengetahui kebutuhan dokter umum saja kurang,
- menyadari impian para dokter adalah sekolah,
- Pemkab membuat kontrak dengan para dokternya.
- Dokter kontrak sering ditawari menjadi PNS daerah.
- Diberi janji untuk disekolahkan,
- tapi bahkan setelah menjadi PNS bertahun-tahun,
- banyak yang tidak juga disekolahkan spesialis.
- Menjadi dilema karena kehadiran mereka sangat dibutuhkan.
- Atau ada juga yang sudah diberi rekomendasi,
- tapi ditolah oleh Universitas dengan berbagai alasan.
- Sedang yang beruntung,
- mereka memang masuk sekolah spesialis,
- dengan perjanjian kontrak mengabdi di daerah.
- Lamanya 2N+1.
- Jika pendidikan mereka lamanya 6 tahun,
- maka harus mengabdi di kabupaten selama 13 tahun.
- Sistem ini sangat menguntungkan daerah,
- (dan rakyat banyak di kabupaten)
- tapi sangat merugikan dokter sebagai individu.
- Pasalnya di daerah tidak ada prospek.
- Usia muda yang produktif dihabiskan di pinggiran.
- Mirip seperti nasib penambang truk batubara,
- dapat uang banyak... tapi buat apa?
- Tidak banyak yang bisa dibeli-dinikmati di pelosok.
- Menyadari bagaimana nasibnya kelak,
- dokter yang cerdik dan berani memanfaatkan celah.
- Masuk spesialis dengan memanfaatkan pengaruh, rekomendasi dan biaya Pemda,
- tapi keluar dari PNS setelah jadi spesialis.
- Tentu saja dengan menyadari denda.
- Uang untuk itu sudah diperhitungkan.
- Hasil akhirnya, semua rugi.
- Dokternya mendapat reputasi buruk.
- Rakyat banyak tidak mendapat hak atas layanan spesialisnya.
- Pejabat Pemda kecewa dan menjadi sulit percaya dengan dokter.
- Padahal pangkal masalah sebenarnya sederhana :
- Sistem yang berbasis Universitas.
- Sistem Pendidikan Dokter Berbasis RS
- Maka dengan berubahnya sistem menjadi berbasis RS,
- idealnya dokter di pesisir pun bisa menjadi spesialis.
- Hanya perlu mengirim pengajarnya ke daerah.
- Ditambah melengkapi alat-alat pemeriksaan medis.
- (Seharusnya bisa ada lebih banyak lagi kemudahan dengan akses 4G.
- Sayang sekali, karena kasus korupsi BTS 8 Trilyun,
- entah bagaimana nasib 4G di daerah pesisir...)
- Karena berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh UU Kesehatan ini...
- Diharapkan daerah pesisir memiliki banyak spesialis.
- Minimal satu untuk tiap spesialis dasar.
- Dan semuanya adalah PNS.
- Dalam hitungan waktu 6-10 tahun ke depan hasilnya bisa terlihat:
- Setiap RSUD memiliki satu dokter untuk bidang2 spesialis dasar.
- Yaitu penyakit dalam, bedah, dan kandungan.
- Barulah selanjutnya memberikan rekanan...
- Atau kompetitor bagi para dokter spesialis itu.
- Tujuannya agar masyarakat daerah bisa memiliki second opinion*,
- yaitu tempat bertanya yang lebih netral,
- seandainya diagnosa atau hasil terapi yang diberikan sulit diterima.
- *) Di lapangan, second opinion itu tidak selalu ada.
- Karena semua dokter pada dasarnya adalah bersaudara.
- Atau saling menutupi kesalahan sesamanya.
- Seperti jiwa korsa seperti pada instansi militer.
- Akan tetapi memiliki prinsip second opinion jauh lebih baik,
- daripada kewenangan medis yang tidak memiliki pembanding sama sekali.
- Kesimpulan Akhir
- Sebagai kesimpulan,
- Penulis berpendapat dokter sama sekali tidak perlu khawatir.
- Keterdesakan dokter hanya karena urusan supply yang tidak merata.
- Jika tinggal di kota, ya banyak kompetitor dan tuntutan.
- Tapi cobalah berkarya di daerah.
- Disana peluang terbuka sangat lebar.
- UU Kesehatan memungkinkan Anda belajar spesialisasi sambil dibayar.
- Win-win solution buat pemerintah, karir Anda, dan rakyat banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H