Lihat ke Halaman Asli

Bisnis Online Dalam Perspektif Pajak Indonesia

Diperbarui: 13 Maret 2016   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 http://tbrights.com/pajak-bisnis-online/ 

Salah satu inovasi teknologi terbesar di dunia merupakan perkembangan industri online pada penggunaan internet yang dipergunakan untuk bertansaksi bisnis, baik yang dipergunakan oleh perusahaan maupun individu. Industri online adalah perdagangan barang dan jasa melalui bisnis online atau sistem e-commerce yang saat ini sedang berkembang dengan pesatnya di tanah air kita. Pengguna Internet di Indonesia yang meningkat dengan sangat cepat merupakan penyumbang terbesar bagi pengguna e-commerce. Bahkan Asosiasi E-Commerce Indonesia memperkirakan di masa-masa mendatang e-commerce akan menjadi penyumbang pajak terbesar dengan potensi pasar sekita Rp. 150 trillyun per tahun.

 

Bisnis online menawarkan berbagai kemudahan dalam bertransaksi untuk para pebisnis. Suatu perusahaan atau sesorang yang ingin mengembangkan usahanya atau menjual produknya ke luar negeri misalnya, tidak perlu mendirikan perusahaan di luar negeri, menyewa gedung perkantoran ataupun mengurus perizinan di luar negeri. Ia pun tidak harus memikirkan cara menyuplai barang tersebut ataupun memikirkan tentang pegawai, karena semua dapat ia lakukan melalui internet sehingga dapat menghemat banyak uang. Begitu menggiurkannya bisnis online ini, sehingga wajar apabila transaksi dan traffic online ini begitu cepat dan pemain di bisnis online ini semakin banyak. Namun bagi pemerintah, penerapan kebijakan untuk mengenakan pajak atas bisnis tersebut semakin rumit sehingga pemerintah harus mempunyai pendekatan yang berbeda dengan cara bisnis secara konvensional karena sistem yang digunakan untuk bertransaksi pun berbeda.

 

Bisnis online yang melakukan transaksi dengan pihak dari luar negeri juga dapat menimbulkan permasalahan perpajakan berganda. Timbul pertanyaan mengenai Negara mana yang berhak untuk mengenakan pajak atas transaksi tersebut? Apakah lokasi penentuan yurisdiksinya berdasarkan tempat penjual dan pembeli menetap atau berdasarkan lokasi server? Apabila berdasarkan lokasi server, apakah usaha untuk menentukan hak pengenaan pajak berdasarkan lokasi servernya sebanding karena pemilik situs dapat dengan mudah berpindah server? Apakah website luar negeri yang muncul di layar computer di Indonesia dapat diklasifikasi sebagai bentuk usaha tetap? Baik pembeli maupun penjual berada di wilayah dan yurisdiksi yang berbeda. Untuk memutuskan siapa yang berhak untuk mengenakan pajak merupakan hal yang rumit. Dapat saja terjadi, baik pihak penjual maupun pembeli sama-sama dikenakan pajak atau disebut dengan istilah double taxation; ataupun keduanya sama-sama tidak dikenakan pajak di wilayah yurisdiksinya atau disebut dengan istilah non-double taxation sehingga merugikan otoritas pajak Negara yang bersangkutan.

 

Salah satu aspek tercepat dan terpenting secara komersil adalah pertumbuhan situs halaman atau disebut dengan istilah web. Dengan banyaknya web baru bermunculan  dengan dapat menggunakan dan berpindah server dari berbagai Negara, sulit untuk mendata siapa-siapa pemain baru atau dari golongan menengah ke bawah. Oleh aparat perpajakan, web juga harus diteliti lebih lanjut, walaupun memiliki kehadiran yang secara fisik dapat dilihat pada layar, apakah memiliki sifat dan berfungsi sebagai kantor sehingga dapat dianggap sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia, serta apakah peraturan perpajakan yang sudah ada mendukung hal tersebut.

 

Selain itu, khususnya bagi bisnis online yang menjual barang dan jasa yang menggunakan market place dan classified ads, pengenaan pajaknya pun sulit untuk dilakukan. Hal ini karena pengelola situs web tidak mengetahui secara real time kapan barang dan jasa tersebut terjual serta siapa customer yang membeli barang dan jasa tersebut karena mereka hanya merupakan fasilitator yang mempertemukan pembeli dan penjual.

 

Sejak akhir tahun 2013, Pemerintah sudah mempunyai aturan Surat Edaran Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 tentang penegasan ketentuan perpajakan atas industri e-Commerce. Pemerintah sudah menyadari bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan transformasi model dan strategi bisnis yang barusehingga perlu ditegaskan aspek perpajakannya. Dalam Surat Edaran ini, ditegaskan bahwa transaksi perdagangan barang  dan jasa melalui sistem elektronik, yang selanjutnya disebut e-commerce sama dengan transaksi perdagangan barang dan jasa lainnya, tetapi berbeda dalam hal cara atau alat yang digunakan sehingga  tidak terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e-commerce dan transaksi perdagangan barang dan jasa lainnya. Surat Edaran ini juga memberikan gambaran tentang proses bisnis, revenue model, dan penerapan ketentuan perpajakan atas  empat model transaksi e-commerce, yaitu Online Marketplace, Classified Ads, Daily Deals, dan Online Retail. Peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Pemerintah adalah SE-06/PJ/2015 tentang pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan atas transaksi e-commerce yang memberikan penegasan khusus terkait kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan atas transaksi e-commerce.

 

Namun peraturan perpajakan tersebut belum efektif untuk menjangkau seluruh pemain bisnis online. Salah satu hal yang harus dipertimbangkan oleh Pemerintah  yaitu, pengelola e-commerce sebaiknya diwajibkan untuk mengetahui identitas pedagang dan pemasang iklan di situsnya, misalnya dengan mengisi form yang berisi data lengkap pembeli. Kemudian, untuk transaksi lintas batas Negara, Pemerintah perlu menetapkan kegiatan dan fungsi apa saja dalam bisnis online ini yang dapat dijadikan sebagai bentuk usaha tetap. Karakteristik dari penghasilan yang timbul dari bisnis online juga perlu dirumuskan kembali, misalnya apakah penghasilan tersebut meruapakan business income yang hanya dapat dipajaki di Negara sumber berdasarkan Treaty ataukan merupakan royalty yang harus dikenakan pajak berdasarkan Treaty kedua Negara yang terlibat transaksi.

 

Saat ini, Kementrian Keuangan bekerja sama dengan berbagai Instansi lain di bawah koordinasi Kementrian Perekonomian sedang merumuskan aturan pengenaan pajak bisnis online atau e-commerce dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Hal ini sangat diperlukan karena peraturan perpajakan atas bisnis online dalam bentuk Surat Edaran belum efektif di tengah upaya pemerintah melakukan perluasan pajak baru untuk meningkatkan penerimaan Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline